ABSTRAKPasca reformasi Indonesia dihadapkan pada perubahan pada sistem politik, sistem pemerintahan dan ketatanegaraan. Salah satu persoalan yang penting dan muncul adalah pemilihan kepala daerah secara langsung, dan hasil dari pemilihan kepala daerah secara langsung adalah munculnya kepala daerah yang berusia muda. Kualitas pemimpin muda, terkadang menjadi sorotan publik dalam masa kepemimpinannya, seperti yang terjadi di kota Bogor dimana kepala daerah sebagai representasi eksekutif pernah terjadi konflik dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Bogor sebagai representasi legislatif terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak eksekutif. Akar masalah antar kedua instansi tersebut dikarenakan oleh komunikasi politik yang tidak berjalan dengan baik karena pimpinan kedua instansi tersebut. Hingga pada akhirnya pihak eksekutif berhasil melaksanakan komunikasi politik yang efektif dengan pihal legislatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan deskriptif analisis. Teori-teori yang dikedepankan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi politik dan teori ketahanan nasional. Teori tersebut dipakai sebagai kerangka berfikir yang membantu peneliti dalam melihat dan menganalis hasil-hasil penelitian yang ditemukan di lapangan. Dengan menggunakan kerangka teori tersebut, korelasi antara fakta di lapangan yang diperoleh selama proses penelitian dan teori dapat dilihat korelasi kesenjangannya. Dari hasil penelitian yang didapat, bahwa politik informal sangat berpengaruh dalam pelaksanaan komunikasi politik yang efektif antara eksekutif dengan legislatif di kota Bogor dibandingkan pertimbangan politik. Wali Kota Bogor sebagai representasi eksekutif berhasil menjalankan komunikasi politik yang efektif sehingga batalnya pengunaan hak interpelasi dari pihak DPRD kota Bogor sebagai representasi legislatif.
ABSTRACTPost-reform Indonesia are faced with changes in the political system, the system of government and state. One important issue that arises is the direct local elections, and the results of direct local elections is the emergence of regional heads of the young. The quality of young leaders, sometimes into the public spotlight in his tenure, as happened in the city of Bogor, where the executive head of the region as a representation ever conflict with the Regional Representatives Council (DPRD) Bogor city as a representation related legislative policies issued by the executive. The root of the problem between the two agencies was due to political communication does not run well by the leaders of both institutions. Until finally the executives successfully implement effective political communication with legislative pihal.
This study used a qualitative method with descriptive analysis. Theories being put forward in this research is political communication theory and the theory of national security. The theory used as framework of thinking that help researchers in viewing and analyzing the research results found in the field. By using the theoretical framework, the correlation between the facts on the ground which is obtained during the process of research and theory can be seen in correlation gap. From the results obtained, that informal politics is very influential in the implementation of effective political communication between the executive and legislature in the city of Bogor than political considerations. Mayor of Bogor as executive representation to successfully run an effective political communication so that the cancellation of the use right of interpellation of the Bogor city parliament as legislative representation.