UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Ketika Kayau menjadi pilihan: peran arketipe budaya dalam mengubah Orang ―Biasa menjadi ―pelaku Kayau = Understanding Kayau: the role of cultural archetype in turning ordinary people into Kayau Perperator

Endang Mariani Rahayu; Hamdi Muluk, promotor; Achmad Fedyani Saifuddin, co-promotor; Roby Muhamad, co-promotor; Mochamad Enoch Markum, examiner; Jahja Umar, examiner; Bagus Takwin, examiner; Sidik Rahman Usop, examiner; Zainal Abidin, examiner ([Publisher not identified] , 2016)

 Abstrak

ABSTRAK
Kayau (headhunting) merupakan skrip budaya yang bersumber dari arketipe budaya masyakat Dayak di Kalimantan yang telah ditinggalkan sejak Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894. Mulai saat itu, kayau dalam arti perburuan kepala manusia tidak lagi dipraktekkan. Berdasarkan kesepakatan yang diambil, hakayau (saling potong kepala), habunu (saling membunuh), dan hajipen (saling memperbudak) dihentikan. Penyelesaian konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat dilakukan dengan mengacu pada hukum adat dan hukum negara.
Setelah lebih dari 100 tahun praktek kayau tidak lagi diajarkan dari generasi ke generasi, pada tragedi nasional kerusuhan Sampit tahun 2001, praktek kayau bangkit kembali. Fenomena ini menjadi penting untuk dikaji, karena praktek kayau yang mengandung ide jahat (evil), dalam konteks budaya masa kini termasuk ke dalam perilaku di luar batas kemanusiaan, dilakukan oleh mereka yang sehari-hari adalah masyarakat kebanyakan (ordinary people). Mereka bukan pelaku kejahatan atau tindak kriminal, dan tidak pernah melakukan pembunuhan dan cenderung tergolong orang baik (good people).
Bagaimana proses yang terjadi sehingga sebuah skrip budaya yang sudah tidak digunakan lebih dari dua generasi dapat bangkit kembali dan dilakukan oleh para pelaku dari generasi yang berbeda, yang tidak pernah melakukan kayau sebelumnya, menjadi pertanyaan yang mendasari penelitian ini. Untuk memahami gejala yang terjadi, penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Tesis yang diajukan adalah, dalam situasi konflik, di saat identitas kolektif dan kolektif emosi lokal diaktivasi, maka sebuah arketipe budaya yang mengandung ide jahat, yang telah ―tidur‖ (dormant) lebih dari satu abad, dapat bangkit kembali, dan membatasi pilihan alternatif tindakan dalam pemecahan masalah. Meskipun tidak dipraktekkan lagi, skrip budaya kayau yang bersumber dari arketipe budaya, masih tersimpan dalam ketidaksadaran kolektif. Skrip budaya tersebut dapat diaktivasi kembali pada situasi tertentu. Diduga, sebuah proses narasi dalam reproduksi serial masih terus terjadi dari generasi ke generasi. Tampaknya, kayau adalah sebuah ekspresi budaya kehormatan untuk manyalamat utus yang perlu menemukan bentuk alternatif pengekspresian positif pada masa sekarang ini.

ABSTRACT
Kayau (headhunting) is a cultural script that based on cultural archetype Dayak society in Kalimantan or known as Borneo island in Indonesia that no more conducted since ?Rapat Damai Tumbang Anoi? (the peace agreement Tumbang Anoi) in the year 1894. To commit the agreement, the tribe‟s activities such as hakayau (headhunting), habunu (killing each other), and hajipen (slavery) have been stopped. Conflict resolution in the society is nowadays solved based on ?Adat Law‟or State Law.
Over one hundred years mengayau has been left and not being taught to the next generation, but in the ethnic conflict called as national tragedy in Sampit in 2001, mengayau tradition has emerged. It is interesting to study this phenomenon because mengayau activity includes the idea of evil and in the modern cultural context mengayau activity is categorized as extraordinary evil behavior, and conducted by ordinary man or good people in their daily life.
It is interesting to study how the process of a dormant cultural script that have been run over the two generations can be achieved by people from different cohort and they have never been taught mengayau before. The study is conducted using qualitative and quantitative approaches to understand the phenomenon. Thesis statement being developed is in a conflict situation which is the collective identity and collective indigenous emotion are being activated a dormant cultural script or cultural archetype over one hundred years is emerged and ignoring the concept of good and evil in individual decision making process.
Although mengayau activity has been deactivated over one hundred years, the mengayau cultural script that based on cultural archetype is still kept as collective unconsciousness and can be activated in a certain situation. A narrative process in the term of serial reproduction is running over generations simultaneously. It is hypothesized that mengayau is a kind of culture of honor named ?manyalamat utus‟ that should be expressed in positive behaviour in modern life.

 File Digital: 1

Shelf
 D2171-Endang Mariani Rahayu.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D2171
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2016
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xxviii, 318 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D2171 07-17-509328473 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20423712
Cover