Penelitian ini berhasil memperoleh model interpretasi isu organisasi di perguruan tinggi yang lebih komprehensif daripada model sensemaking in administration academic dari Gioia & Thomas (1996). Model interpretasi isu organisasi di perguruan tinggi menjelaskan peran kompleksitas kognitif sebagai konteks individu, serta skema struktural dan skema politik dalam proses interpretasi isu organisasi. Model Gioia & Thomas hanya menjelaskan peran skema struktural saja. Variabel dalam skema struktural adalah identitas organisasi, struktur pemrosesan informasi, dan strategi organisasi. Aktivitas politik organisasi menjadi variabel dalam skema politik.
Penelitian ini mengkombinasikan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitaf. Penelitian kualitatif digunakan untuk mengkonfirmasi atau berfungsi sebagai penjelasan hasil kuantitatif (Weinrich, 2005). Penelitian kuantitatif adalah studi berdasarkan survei (survei-based study) dengan responden berjumlah 132 Dekan dan Pembantu Dekan dari 44 fakultas pada 7 universitas negeri dan swasta di Surabaya dan Malang. Sementara itu, penelitian kualitatif dilakukan setelah hasil penelitian kuantitatif dengan focus group discussion. Peserta focus group discussion berjumlah 6 dosen dari universitas negeri dan swasta dengan variasi pada usia dan jabatannya.
Secara singkat, kesimpulan penelitian ini dapat diringkaskan menjadi lima hal, yaitu: (1) Kompleksitas kognitif, sebagai konteks individu, tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap interpretasi strategis, namun berpengaruh tidak langsung melalui struktur pemrosesan informasi; (2) Kompleksitas kognitif tidak mempunyai pengaruh terhadap interpretasi politik, baik secara langsung maupun tidak langsun; (3) Skema struktural mempunyai pengaruh besar terhadap interpretasi strategis; (4) Skema struktural, khususnya identitas otonom-profesional mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap interpretasi politis; dan (5) Skema politis mempunyai pengaruh langsung yang relatif besar terhadap interpretasi politis, namum tidak berpengaruh terhadap interpretasi strategis, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di samping kesimpulan di atas, penelitian ini memperoleh beberapa temuan yang menarik dalam konteks Indonesia. Pertama, terbukti secara empiris, manajer puncak perguruan tinggi di Indonesia juga mengkategorikan interpretasi isu organisasi menjadi dua kategori, yaitu interpretasi strategis dan interpretasi politis. Kedua, data tentang identitas organisasi perguruan tinggi di Indonesia tidak memberikan dukungan empiris pada identitas tunggal utilitarian-normatif sebagaimana dikemukakan oleh ALbert &Whetten (1985) dan Gioia & Thomas (1996). Ketiga, formalitas tinggi berdasarkan data empiris menjadi indikasi kapasitas pemrosesan informasi yang diajukan oleh Thomas & McDaniel (1990). Terakhir, terdapat kolerasi positif yang signifikan antara usia dengan interpretasi politis dan perbedaan interpretasi politis antara perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.
Pembahasan hasil penelitian dan saran penelitian dipaparkan secara mendalam. Implikasi praktis yang penting juga disampaikan untuk perkembangan perguruan tinggi di Indonesia menyambut tantangan pemerintah tahun 2010, yaitu mempunyai universitas yang memiliki reputasi dan menjadi salah satu 100 besar di Asia atau 500 besar dunia, serta memberikan sumbangan pada peningkatan daya saing bangsa.