Kehadiran UU ketenagakerjaan sering mendapat tantangan dari para pendukung kepentingan terutama dari pihak pekerja, terutama yang berkaitan dengan pengaturan perjanjian kerja Outsourcing di Indonesia. Alasan para penentang tersebut antara lain adalah, bahwa pengaturan outsourcing hanya mengeksploitasi dan memarjinnalisasi sisi kemanusiaan mereka yang telah dijamin oleh konstitusi. Berbagai upaya telah mereka lakukan agar aturan yang dinilai diskriminatif ini dihapus dari praktik ketenagakerjaan di Indonesia, termasuk pilihan hukum dengan melalakukan uji material aturan tersebut ke mahkamah konstitusi (MK). Akhirnya, melalui putusan No. 27/PUU-IX/2011, MK mengabulkan permohonan pekerja dengan menyatakan inkonstitusional sebagai ketentuan tentang perjanjian kerja outsourcing. Dalam menyikapi putusan MK tersebut, pemerintah melalui kemenakertrans menerbitkan permenakertrans No. 19 tahun 2012