ABSTRAKDalam rangka pengurangan kemiskinan sebagai bagian daripada pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium 2015, Indonesia makin memantapkan program
pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin. Diawali tahun 1998 dengan
program Jaring Pengaman Sosial pasca krisis moneter yang berfokus pada
peningkatan supply, fokus program beralih pada sisi demand di tahun 2005.
Perkembangan kebijakan pada tahun 2005 yang mengarah pada penerapan sebagian
Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, diiringi
dengan pendanaan publik yang membesar 12 kali lipat dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya, mendorong perlunya kajian pelaksanaan program guna mengawal
kebijakan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah gambaran dan menemukan model
yang mengandung faktor-faktor paling berkontribusi terhadap utilisasi pelayanan
kesehatan dalam program jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, guna memberi
masukan bagi penyempurnaan kebijakan publik yang peduli kemiskinan. Utilisasi
pelayanan rumahsakit dipilih sebagai pokok studi, mengingat perannya dalam
mengatasi penyakit serius yang dibutuhkan namun sulit dijangkau masyarakat miskin
bila tidak ada jaminan kesehatan. Desain studi bersifat potong lintang, menggunakan
data Susenas 2005, dilengkapi dengan studi kualitatif tentang penatalaksanaan
program 2005. Lokasi penelitian mencakup 6 kabupaten dan 6 kota di 6 provinsi.
Sampel mencakup 32028 penduduk, dengan 20% penduduk termiskin (kuintail satu)
berjumlah sekitar 6406 jiwa.
Proporsi penduduk miskin yang menggunakan pelayanan rumahsakit masih
sekitar 0,4% untuk rawat jalan dan 0,4% untuk rawat inap. Angka tersebut merupakan
sepertiganya utilisasi rawat jalan dan seperlimanya utilisasi rawat inap penduduk
terkaya. Angka berbasis populasi ini jauh lebih rendah dari data berbasis fasilitas
yang mencapai sekitar 4,32% RJTL dan 1,66% RITL, yang memperhitungkan juga
frekuensi kunjungan. Penduduk miskin yang memiliki kartu pada pertengahan tahun
2005 hanya 17%.
Analisis statistik menemukan bahwa faktor~faktor yang berkontribusi pada
model utilisasi rawat jalan rumahsakit oleh penduduk miskin pada tingkat individu
adalah faktor terganggu akibat sakit dan pada tingkat rumahtangga adalah faktor
pengeluaran rumahtangga untuk non-makanan. Sedangkan pada utilisasi rawat inap
rumahsakit oleh penduduk miskin, berperan faktor status kawin, terganggu akibat
sakit, kepemilikan kartu, pengeluaran non-makanan dan IPM.
Penelitlan ini merekomendasikan perbaikan targeting atau penetapan sasaran
penduduk miskin yang tepat, perluasan sosialisasi pada sasaran penduduk miskin
bukan hanya pada level birokrat dan provider, dukungan kelancaran penyaluran dana,
pengembangan sistem penanganan keluhan, pemantapan monitoring dan evaluasi
dengan sistem pemantauan berbasis wilayah, peningkatan partisipasi, tranparansi,
akuntabilitas dan peningkatan kepuasan pemakai rumahsakit sebagai indikator mutu
pelayanan bagi penduduk miskin.
AbstractWithin the effort to attain the Millenium Development Goals of 2015,
Indonesia has further expanded free medical services to the poor. Started with Social
Safety Net program following the monetary crisis in 1998, the program?s focus
departed from supply improvement to demand oriented mechanism in 2005. The
policy that has moved towards the implementation of National Act No.40 of 2004 on
the National Social Security System, with the I2 times increased funding support as
compared to those of previous years, has driven the improtance of progam assessment
for the improvement of that pro-poor public policy.
This study aims at examining the picture and model development containing
contributing factors to the utilization of health services within the health protection
program for the poor; as inputs to the pro-poor policy. The utilization of hospital
services is selected as focus of this study for its rol in combating serious illness that
is demanded but difficult to reach by the poor if there is no health protection scheme.
The study design is cross-sectional, using the 2005 Susenas data with primary data
collection Bom a rapid assessment done of 2005 program implementation. The study
sites cover 6 regencies and 6 municipalities in 6 provinces. The sample includes
32028 population, with 20% of the poorest quintile amounted to 6406 subjects.
The proportion of the poorest that utilize hospital services was 0.4% for
outpatient and 0.4% for inpatient care. These figures are one-third for outpatient and
one-fifth for inpatient of the richest quintail. The rates are far lower compared to
facility based data amounted to 4.32% for outpatient and 1.66% for inpatient care,
due to the inclusion of frequency measures in them. Only 17% of the poor admitted
health card in their possesion.
Statistical analysis found that factors attributable to the outpatient hospital
utilization model of the poorest at individual level was disability resulted tiĀ°om the
illness; and at the household level was non-food expenditure. Contributing factors for
inpatient hospital utilization were marital status, disability resulted from the illness,
the possession of health card, non-food household expenditure, and the district human
development index.
This study recommends prompt targetting of the poor, extended socialization
to the beneficiaries, not limited to bureaucrats and providers, the timely support of
flow of funding, the proper management of complaints and grievance procedures,
improvement in monitoring and evaluation with a stakeholder-friendly local area
monitoring, and enhancement of participation, transparancy and accountability. Last
but not least, the improvement of health services quality, in particular the satisfaction
level ofthe health care beneficiaries, as the indicator of program effectiveness.
Keywords: health services utilization, hospital, the poor.