Studi ini pada dasarnya upaya untuk memahami hubungan antara media dengan sistem kapitalisme global dengan merujuk pada teori-teori yang dikembangkan para ilmuwan beraliran kritis yang memandang internasionalisasi sistem penyiaran komersial adalah bagian dari upaya terencana negara-negara maju dalam rangka melanggengkan penjajahan ekonomi dan politik. Teori-teori ini percaya bahwa privatisasi pertelevisian adalah kondisi yang dibutuhkan bagi ekspansi modal transnasional yang merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme global. Dalam kaitan itu, teori-teori ini mengasumsikan adanya upaya sengaja yang dirancang di negara-negara pusat kapitalisme global untuk mengarahkan -atau bahkan menekan-- agar para pengambil kebijakan di banyak negara menerapkan privatisasi pertelevisian. Lebih jauh lagi, teori-teori ini percaya bahwa begitu sistem pertelevisian komersial dijalankan oleh sebuah negara berkembang, sebuah bentuk penjajahan media akan berlangsung dengan sendirinya yang antara Iain diindikasikan oleh ketergantungan akan program impor, teknologi, kecakapan dan modal asing.
Dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap sejumlah narasumber kunci, Studi sumber-sumber sekunder (pemberitaan di media, analisis, laporan, surat peijanjian, peraturan-perundangan, data-data industri yang dipublikasikan), Serta analisis isi (terhadap kecenderungan isi siaran dalam kurun waktu 1991 - 2003), penelitian ini menunjukkan bahwa tesis imperalisme media mengandung sejumlah kelemahan untuk menjelaskan proses privatisasi pertelevisian di Indonesia.
Tesis impenalisme media terlalu berlebihan dalam memandang kekuatan modal transnasional dalam mengarahkan proses pengambilan pilihan dalam sebuah negara yang sangat mungkin bersifat otonom dan lebih mencerminkan dinamika pertarungan kepentingan kelompok-kelompok dalam negeri itu sendiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan privatisasi pertelevisian di Indonesia pada dasarnya adalah langkah pragmatis untuk merespons kepentingan bisnis kapitalis domestik yang berada dalam lingkar terdalam pusat kekuasaan, dan tidak lahir sebagai hasil darl tekanan kepentingan pemodal transnasional.
Studi ini menunjukkan bahwa faktor yang paling menentukan kelahiran dan perkembangan privatisasi pertelevisian adalah kelompok kecil pengusaha domestik yang berada sedemikian dekat dengan pusat kekuasaan sehingga memiliki jalur pengaruh secara berkelanjutan yang sangat besar terhadap rangkaian kebijakan pemerintah. Kebijakan privatisasi pertelevisian tidak memiliki orientasi etisiensi ekonomi ataupun peningkatan daya Saing Sebagaimana yang berusaha dicapai rangkaian de-regulasi ekonomi yang dijalankan pemerintah dalam kumn waktu yang sama.
Studi ini menunjukkan bahwa kekuatan pemodal nasional dalam menentukan lahirnya privatisasi pertelevisian juga dimungkinkan karena kerangka kebijakan pertelevisian nasional di indonesia sendiri sebenarnya tidak terarah dan tidak memiliki pola yang terencana sejak awal.
Privatisasi pertelevisian Indonesia pada dasarnya tidak dapat dijelaskan sebagai bagian dari liberalisasi politik atau bahkan Iiberalisasi ekonomi. Para kapitalis yang merambah masuk ke dalam bisnis pertelevisian tersebut adalah kaum pedagang yang tidak saja tidak menaruh perhatian pada keterbukaan politik meiainkan juga tidak menginginkan sebuah ekonomi pasar terbuka, yang memungkinkan terjadinya kompetisi objektif antara para pemodai.
Namun demikian, Studi ini juga menunjukkan bahwa peningkatan kompetisi dalam sistem penyiaran komersial yang berlangsung tanpa intervensi pemerintah, menyebabkan lahirnya sejumlah eksternalitas yang canderung mendukung ekspansi kepentingan transnasional.
Dalam hal isi siaran, privatisasi pertelevisian memang tidak dengan sendirinya menciptakan dominasi program impor. Tapi kompetisi bebas antar stasiun menyebabkan timbulnya masalah pasokan program. lndustri program dalam negeri tidak mampu melayani kebutuhan untuk mengisi jam siaran stasiun-stasiun televisi yang berjumlah semakin banyak, sementara harga program yang yang ditetapkan produsen lokal pun melonjak mengikuti kompetisi pembeli. Sebagai akibat, stasiun televisi komersiai memilih untuk Iebih banyak mengimpor program dari industri televisi asing yang memang memiliki pasokan dan perpustakaan program yang dibutuhkan. Kecenderungan ini, pada gilirannya, akan mendorong kenaikan harga program impor.
Perkembangan ini menjadikan Indonesia nampak sebagai pasar yang banyak menyerap program-program impor dari pusat industri hiburan di negara-negara maju, tanpa sebaliknya menghasilkan program-program yang dapat diekspor ke pasar internasional.
Studi ini juga menunjukkan bahwa salah satu akibat paling signilikan dalam hal privatisasi pertelevisian adalah dalam hal dominasi modal transnasional dalam industri periklanan nasional. Privatisasi pertelevisian memang dengan segera mendorong pertumbuhan industri periklanan dalam negeri. Namun pada saat yang sama, terjadi dominasi modal transnasional dalam struktur industri periklanan tersebut, Seraya memarjinalkan perusahaan-perusahaan periklanan lokal.
Dengan demikian, studi ini menyajikan temuan yang sekaligus membantah dan membenarkan sebagian muatan teori-teori impenalisme media. Di satu sisi, studi ini akan menunjukkan argumen bahwa privatisasi partelevisian adaah kebijakan yang ditentukan oleh kepentingan modal transnasional tidak memiliki basis yang kuat. Keputusan privatisasi pertelevisian di Indonesia lahir sebagai akibat dinamika kepentingan di dalam negeri indonesia sendiri. Namun demikian, studi ini menunjukkan bahwa perkembangan sistem penyiaran komersiai di Indonesia memang dalam perkembangannya menghasilkan serangkaian ekstemalitas yang membuka ruang luas bagi ekspansi modal transnasional.
Studi ini menunjukkan bahwa kebijakan komunikasi di Indonesia tidak dapat dilihat sebagai bangunan yang sudah ditentukan sebelumnya oleh sebuah faktor tunggal, yakni kepentingan ekonomi kapitalisme global, melainkan sebuah medan yang turut ditentukan oleh beragam agen yang turut mempengaruhi proses pengambilan keputusan di Indonesia.