Pemerintah Indonesia mencanangkan swasembada gula pada 2014, dimulai sejak 2009. Namun, produksi gula hingga musim giling 2013 belum menggembirakan sehingga sulit menggapai swasembada tepat waktu. Sebelum kemerdekaan, Indonesia pernah menjadi negara pengekspor gula, namun produksi gula terus menurun hingga akhirnya menjadi negara pengimpor gula terbesar kedua setelah Rusia. Pada tahun 2013, produksi gula sekitar 2,6 juta ton, mendekati posisi ketika Indonesia menjadi pengekspor gula pada tahun 1930-an dengan produksi 2,9 juta ton. Namun, pencapaian produksi saat ini lebih disebabkan oleh perluasan area tebu. Peningkatan produksi melalui perluasan area di masa depan sulit diandalkan karena adanya kendala terkait dengan kependudukan, kepemilikan/status lahan, dan alih fungsi lahan. Peningkatan produksi gula ke depan perlu difokuskan pada peningkatan produktivitas, rendemen, efisiensi industri gula, dan rekayasa sosial. Pemanfaatan sumber daya genetik untuk mendapatkan varietas tebu dengan produktivitas >120 t/ha dan rendemen >12% masih sangat memungkinkan. Teknologi budi daya cukup tersedia, walaupun terjadi pergeseran usaha tani tebu dari lahan beririgasi ke lahan kering. Selain itu, posisi Indonesia sebagai negara tropis memungkinkan usaha tani tebu memperoleh hasil optimum dengan memanfaatkan intensitas cahaya secara maksimum. Saat ini yang diperlukan ialah motivasi yang tinggi, perencanaan yang baik dan fokus, dengan menghindari usaha yang cenderung instan untuk mewujudkan swasembada gula dalam waktu dekat.