Tulisan ini mengkaji tentang perkawinan anak di daerah pedesaan yang masih menjunjung tinggi hukum adat di Kalimantan Barat. Studi kasus yang penulis lakukan di Desa Cowet, Kalimantan Barat yang mayoritas etnis Dayak Mali. Isu tentang perkawinan anak di Indonesia memang sudah lama bergejolak. Namun upaya upaya untuk menghentikannya masih dirasa kurang maksimal dikarenakan tidak adanya ketegasan hukum. Justru sebaliknya, hukum seolah mednukung terhadap praktik perkawinan anak dibawah umur. Praktik seperti ini memang sudah sejak ratusan tahun terjadi di daerah desan pedalaman di Kalimantan Barat, sebagai akibat dari kemiskinan yang terjadi. Dalam hukum adat Dayak mali tidak ada ketentuan khusus yang menjadi dasar hukum untuk perkawinan anak. Jika terdapat anak laki-laki atau anak perempuan berumur di bawah 15 tahun hendak menikah, maka ketentuannya harus mendapatkan izin dari orang tua kedua belah pihak (pihak laki-laki maupun pihak perempuan).