Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara di dunia dengan angka absolut tertinggi pengantin anak. Indonesia adalah tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Diperkirakan satu dari lima anak perempuan di Indonesia menikah sebelum mereka mencapai 18 tahun. Di Indonesia anak perempuan merupakan korban paling rentan dari pernikahan anak, dengan prevalensi : 1. anak perempuan darindaerah pedesaan mengalami kerentanan dua kali lipat lebih banyak untuk menikah dibanding daridaerah perkotaan. 2. pengantin anak yang paling mungkin berasal dari keluarga miskin. 3. anak perempuan yang kurang berpendidikan dan drop out dari dari sekolah umunya lebih rentan menjadi penganti anak daripada yang bersekolah. Jawa Barat merupakan provinsi tertinggi dalam kasus AKI dan trafficking. Mengapa Jawa Barat? Jawa Barat dan Kalimantan Barat adalah dua provinsi utama tempat asal perdagangan manusia di Indonesia. Sementara Kepulauan Riau dan Jakarta adalah tujuan utama dan zona transit. Anak-anak yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual komersial, seperti pekerja rumah tangga, pengantin anak, dan pekerja anak, sering dikirim untuk bekerja di lingkungan yang berbahaya seperti di perkebunan, sementara bayi yang diperdagangkan untuk diadopsi ilegal dan diambil organnya. Anak-anak ini beresiko ditinggalkan, diabaikan, dan diperdagangkan. Selama ini Kabupaten dan kota di Jawa Barat yang menjadi pemasok terbesar perempuan pekerja imigran serta pengantin anak perempuan untuk pernikahaan anak datang dari beberapa kantung daerah seperti Indramayu, Cirebon, Bandung, Sukabumi, dan Cianjur. Riset ini fokus pada kabupaten Sukabumi. Data dikumpulkan dengan intervies mendalam pada anak-anak perempuan korban pernikahan anak dan orang tua juga melaksanakan focus group discussion di Desa Cikidang bersama para pemangku kepentingan. Pernikahan anak di Sukabumi mengonfirmasi bahwa hal-hal berikut merupakan penyebab utama dari pernikahan anak : 1. kemiskinan dan akses buruk atas pendidikan 2. naiknya fundamentalisme agama yang membuat tabunya diskusi seksualitas dan takut akan zina, dan terakhir 3. akses buruk atas hak kesehatan reproduski seksual.