Tulisan ini hendak menunjukkan perjumpaan dua tradisi dan budaya perkawinan yang saling menyuburkan internalisasi status perempuan. Keduanya ialah tradisi liturgi perkawinan dalam gereja dan tradisi perkawinan adat Batak Toba. Tradisi gereja dan tradisi adat datang dari dua dunia yang berbeda. Mereka mempunyai perbedaan latar belakang konteks, tetapi sama-sama menstereotipe dan mensubordinasi perempuan. Teks yang sering dipergunakan dalam tradisi liturgi perkawinan menggambarkan perempuan distereotipe dalam ketundukan kepada suami sebagai bentuk ketundukan kepada Tuhan. Teks tradisi liturgi perkawinan yang patriarki itu hadir di tengah-tengah masyarakat Batak yang juga patriarki. Masyarakat ini sangat kental dengan adat. Salah satunya ialah perkawinan adat Batak Toba dengan sinamot yang diartikan sebagai pembayaran perkawinan. Banyak yang menyebut sinamot sebagai tuhor ni boru, arti harafiah ?uang beli perempuan.?