Tulisan ini memaparkan bagaimana negara ikut melegalisasi tindak kekerasan dan deskriminasi terhadap perempuan atas nama agama, adat dan morlaitas pasca penerapan otonomi daerah. budaya patriarkhi dalam praktik budaya adat dan agama masih memposisikan perempuan sebagai manusia kelas dua. perempuan dibebani segudang kewajiban dan minim hak. alih-alih perempuan sebagai simbol kesucian, ibu dari kehidupan, makhluk lemah yang perlu dilindungi dan dijaga.ini dijadikan basis argumentasi untuk mendomentifikasi peran perempuan dan tak jarang dibarengi dengan pemaksaan dan tindak kekerasan . pasca penerapan otonomi daerah 1999, pemerintah daerah aktif membuat peraturan dan kebijakan daerah terutama mengatur kehidupan perempuan dan kelompok-kelompok minoiritas . hasil pemantauan komnas perempuan ( komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan) sampai 17 agustus 2014 ada 365 kebijakan yang diskriminatif atas nama agama, adat dan moralitas.