ABSTRAKPenyelenggaraan pasar temporer sebagai ruang temporer mendapat respon
pro dan kontra dari masyarakat kota Jakarta. Dengan karakternya yang mengubah
suatu sistem ruang kota dalam waktu tertentu, kehadiran pasar temporer
mengganggu penggunaan ruang regulernya. Adanya gangguan ini membuat
respon yang diberikan oleh Pemerintah Kota Jakarta terhadap penyelenggaraan
pasar temporer seringkali berupa penertiban paksa yang berujung pada
dihilangkannya penyelenggaraan pasar. Meskipun begitu, Pasar Temporer
Kemang Utara mampu mempertahankan penyelenggaraannya hingga lebih dari
sepuluh tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya negosiasi ruang sebagai
penyesuaian akan konflik-konflik yang muncul dari penyelenggaraan pasar.
Praktik negosiasi ini menerapkan karakter kota yang baik, yakni partisipasi dan
kontrol, yang merespon keragaman dengan menerapkan hak terhadap ruang kota.
Namun dalam kasus Pasar Temporer Kemang Utara yang terjadi di kawasan
hunian di mana penghuni memiliki rasa kepekaan terhadap teritori yang tinggi,
kontrol yang diterapkan merupakan kontrol terhadap teritori. Pemerintah
kemudian menerapkan aturan yang sesuai dengan karakter ini dan membuat
legalitas yang dimunculkan terhadap penyelenggaraan pasar merespon kontrol
teritori yang dimiliki oleh penghuni di kawasan. Dengan demikian
penyelenggaraan pasar temporer menjadi penerapan hak setiap pihak yang
berpartisipasi dalam proses negosiasi ruangnya
ABSTRACTTemporary market as an implementation of temporary space has variety of
responses given by Jakarta Citizens. With its characteristic that change the city‟s
spatial system in some range of time, temporary market disturbs the regular use of
its location. This disturbance often leads the government to end up giving a force
to stop. However, Kemang Utara Temporary Market was able to maintain holding
the event for more than ten years. This happened because there was spatial
negotiation as an adjustment of conflicts appeared. The practice of spatial
negotiation implemented characters of a good city which is participation and
control. These characteristics responded to the city‟s diversity character by
implementing the citizen‟s right to their city. In the case of Kemang Utara
temporary market which happened in a residential area, the control itself is an
implementation of territory‟s control. As a matter of fact, Jakarta‟s government
made the rules as a response to this characteristic which led the legality of the
temporary market respond well to the high need of territory control of the
residents. To conclude, temporary market is seen as an implementation of rights to
the city space, implemented by the people who took participate in its spatial
negotiation process.
;