ABSTRAKSetelah berintegrasi dengan Indonesia di tahun 1976, Timor Timur mengalami
perkembangan di bidang infrastrukturnya, baik melalui pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah maupun operasi-operasi teritorial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) untuk memajukan propinsi baru tersebut. Namun,
Peristiwa Santa Cruz yang terjadi pada 12 November 1991 menarik perhatian dua
surat kabar besar di Indonesia, yakni Kompas dan Suara Pembaruan. Melalui
berita, artikel, headline, dan tajuk rencananya, dua surat kabar tersebut berusaha
memberi sekaligus menganalisa informasi, serta turut memberikan pendapatnya
terhadap rangkaian peristiwa seutuhnya. Kedua surat kabar ini memiliki
persamaan dalam gaya penyampaian berita, namun tidak jarang pula terdapat
perbedaan sudut pandang yang kemudian justru membuat dua surat kabar ini lebih
menarik untuk dibahas
ABSTRACTAfter its integration to Indonesia in 1976, East Timor was experiencing a lot of
infrastructure improvements carried by both the government and ABRI, by
conducting some serious developments and territorial operations to make the new
province a better place to live in. Unfortunately, there was a great massacre
happened in November 12th 1991, which later recognized as Santa Cruz Massacre,
that obviously drew the attentions of two greatest Indonesian newspaper, Kompas
and Suara Pembaruan. Through the reports, articles, headlines, and editorials of
each newspaper, both Kompas and Suara Pembaruan were intending to give their
best information and analysis comprehensively. Although having the same style
on news-reporting, both newspapers had contrary points of view which is frankly
enticing to be studied.