ABSTRAKSkripsi ini membahas persetujuan tertulis Presiden dalam pemanggilan dan
permintaan keterangan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) yang diduga melakukan tindak pidana dengan menganalisis
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/2014. Skripsi ini juga menjabarkan
persetujuan tertulis dalam penyelidikan dan penyidikan yang diberlakukan bagi
pejabat publik lainnya di Indonesia serta beberapa negara lain. Penelitian ini adalah
penelitian yuridis normatif dengan analisa data kualitatif. Hasilnya, pertimbangan
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/2014 tidak konsisten, baik
terhadap putusan Mahkamah Konstitusi sebelumya maupun terhadap pertimbangan
lain dalam putusan tersebut.
ABSTRACTThe focus of this study is President?s written authorization in summoning and
questioning of parliamentary member of Republic of Indonesia that suspected
commiting a criminal act by analyzing Constitutional Court's Decision No.
76/PUU-XII/2014. This study also explain about written authorization in criminal
proceedings of other public officials in Indonesia and other states. This study
categorized as normative legal study with qualitative data analysis. The result of
this study proves that the consideration of Constitutional Court's Decision No.
76/PUU-XII/2014 is inconsistent with Constitutional Court's previous decision and
other consideration within this decision.