Dalam hal seseorang ingin melakukan poligami haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh Undang-undang Perkawinan dan juga hukum agama pihak yang ingin melaksanakan poligami tersebut. Salah satu syarat untuk melakukan perkawinan poligami adalah adanya izin dari isteri pertama. Dari uraian tersebut maka timbul permasalahan diantaranya bagaimana akibat hukum dari perkawinan poligami yang dilaksanakan dengan tidak memenuhi persyaratan dan bagaimanakah keabsahan perkawinan poligami yang dilaksanakan tanpa memenuhi syarat. Untuk dapat mencari jawaban dari permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari data kepustakaan. Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 1551/Pdt.G/2012/PA.Sby, permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh isteri pertama terhadap perkawinan yang kedua oleh suaminya yang dilakukan tanpa izin, telah ditolak seluruhnya oleh Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut, oleh karena permohonan pembatalan perkawinan tersebut diajukan tepat 1 (satu) tahun setelah kematian suaminya. Dalam hal ini sebaiknya pegawai Kantor Catatan Sipil / Kantor Urusan Agama sebagai pihak yang berwenang dalam pencatatan perkawinan lebih teliti dalam pemeriksaan berkas-berkas yang diperlukan sebagai persyaratan perkawinan untuk mencegah adanya praktek poligami tanpa izin.
In terms of commiting polygamy a person must fulfill the requirements set forth by the Marriage Law and The Religious Law based on their own faith. One of the requirements to work polygamous marriage is the consent of the first wife. Based upon that argument, it raised the question of how the legal effect of conducted polygamous marriage that doesn?t meet the requirements and its validity factor. To be able to find answers to these problems, the writer used juridical normative research using secondary data which obtained from the literature data. In Judgment of the Court of Religion No. 1551 / Pdt.G / 2012 / PA.Sby, marriage annulment pleadings filed by the first wife against her husband's second marriage conducted without her consent rejected entirely by the judges who decide the case since the pleadings was filed proper marriage annulment 1 (one) year after the death of her husband. In this case staff of the Registry / Office of Religious Affairs as the authority for registration of marriage should more conscientious in the examination of the files required as a condition of marriage to prevent the practice of unauthorized polygamous marriages.