Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) mewajibkan diadakannya pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia oleh Pemerintah guna menjamin kepastian hukum dan perlindungan secara yuridis dan teknis bagi pemiliknya. Didalam praktiknya, masih timbul masalah tumpang tindih hak atas tanah, seperti kasus yang diputus dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 170/PDT.G/2014/PN.BKS. Permasalahan dalam tulisan ini mengenai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah terhadap adanya kasus tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah pada suatu bidang tanah dan pertanggung jawaban Badan Pertanahan Nasional atau Kantor Pertanahan dalam memberikan perlindungan hukum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan ketentuan mengenai pendaftaran tanah. Dalam membahas permasalah tersebut, penulis menggunakan metode penelitian Kepustakaan yang mengacu pada asas-asas hukum yang berlaku, bersifat ekspalanatoris, dan menghasilkan analisa kualitatif terhadap masalah tersebut.
Penulis menyimpulkan bahwa pada umumnya timpang tindih hak atas tanah disebabkan oleh unsur kesengajaan, ketidaksengajaan, dan kesalahan administrasi. Pada kasus ini, tampaknya telah terjadi ketidaktelitian oleh pihak BPN sehingga terjadi tumpang tindih hak atas tanah. Pemerintah telah melakukan keputusan yang tepat untuk melindungi Pemilik tanah yang sebenarnya dengan melakukan pembatalan terhadap Sertipikat Hak Pakai Nomor 7/Jatiwaringin, dan BPN sebagai pihak nonyudikatif juga telah menggunakan wewenangnya untuk menjalankan keputusan peradilan tersebut. Akan tetapi, pemilik yang sebenarnya, Drs. SUTIKNO CITRO, MM, MSi, tetap dirugikan karena tanah tersebut telah terlanjur menjadi fasilitas umum dan tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya oleh beliau. Oleh karena itulah, penulis menyarankan agar dilakukan dilakukan mediasi oleh kedua belah pihak dan dilakukan penggantian rugi terhadap tanah tersebut oleh pihak PT ANTILOPE MADJU sesuai NJOP terhadap pemilik sebenarnya, dan kemudian BPN dapat menghilangkan status sengketa dari tanah tersebut sehingga PT ANTILOPE MADJU dapat memanfaatkan secara legal bidang tanah tersebut.
Law No. 5 of 1960 About the Basic Regulation of Agrarian (Act No. 5 of 1960) requires the holding of land registration throughout the territory of the Republic of Indonesia by the Government to ensure legal certainty and the protection of juridical and technical basis for its owner. In practice, they have problems of overlapping land rights, such as the case of being broken in the Bekasi District Court's Decision No. 170 / PDT.G / 2014 / PN.BKS. Problems in this paper regarding legal protection for rights holders to land on any cases of overlapping land rights to a plot and accountability of the National Land Office or the Land Office to provide legal protection in accordance with the duties and functions in implementing the provisions regarding the registration of land , In discussing these problems, the authors use the research methods literature which refers to the principles of law applicable, are ekspalanatoris, and generate qualitative analysis to the problem.
The authors concluded that in general overlapping land rights caused by the element of intent, negligence and maladministration. In this case, appears to have occurred inaccuracy by the BPN so as to avoid overlapping land rights. The government has made the right decision to protect the actual land owners by the cancellation of the Certificate of Use No. 7 / Jatiwaringin, and BPN as the non-judicial bodies have also used their authority to carry out the judicial decision. However, the actual owner, Drs. Sutikno CITRO, MM, MSi, remain disadvantaged because the land has already become common facilities and can not be used properly by him. Therefore, the authors suggest that do do mediation by both parties and made restitution to the land by the PT Antilope Madju according SVTO to the real owners, and then BPN can eliminate the status of the dispute of the land so that PT Antilope Madju can utilize legally the ground plane.