ABSTRAKKebijakan merelokasi warga Kampung Pulo yang bermukim di area sempadan
dan bantaran Kali Ciliwung ke Rusunawa Jatinegara Barat dimaksudkan untuk
mengatasi banjir dengan memperlebar kali tersebut. Permasalahan di luar aspek
teknis pelebaran sungai yang timbul akibat relokasi salah satunya adalah
perubahan ?ruang daur hidup? di lingkungan yang baru, khususnya terhadap
praktik UBR (Usaha yang Bertumpu Pada Rumah Tangga) - yang merupakan
bagian penting dari aktivitas berhuni - cukup banyak dari warga relokasi tersebut.
Riset ini mengungkap problem bertinggal di rusunawa yaitu bagi mereka yang
mengandalkan rumah sebagai tempat untuk usaha, khususnya yang terkait dengan
taktik dalam upaya untuk dapat melanjutkan usaha mereka, melalui kajian: 1)
peluang yang tersedia untuk penyesuaian praktik UBR di Rusunawa Jatinegara
Barat; 2) taktik meruang yang dilakukan pelaku usaha untuk mengatasi
keterbatasan yang ada; serta 3) faktor yang mendorong taktik meruang tersebut.
Kajian tersebut akan digunakan untuk menilai titik berat strategi pemerintah di
sektor perumahan rusunawa yang diperuntukkan bagi warga relokasi serta
dampaknya terhadap penyesuaian praktik UBR di dalamnya.
Metoda riset yang diterapkan adalah penelitian campuran, dengan pendekatan
studi kasus untuk kualitatif dan survey untuk kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa: 1) kebijakan pemda terkait strategi pembangunan rusunawa
hanya menekankan aspek ruang fisik hunian dan kurang mempertimbangkan salah
satu aspek ruang daur hidup yang esensial yakni UBR, sehingga menyulitkan
kelanjutan hidup pelakunya;2) warga relokasi yang mengandalkan UBR
mengembangkan taktik agar praktik usaha dapat tetap berjalan dengan melakukan
okupasi terhadap ruang di luar yang telah disediakan.
ABSTRACTThe policy to relocate the residents of Kampung Pulo before lived along the
Ciliwung riverbank to Rusunawa Jatinegara Barat was primarily intended to
overcome the problem of flooding through extension of the width of the river. The
shortcomings of the policy or strategy is that it simply focuses on providing
shelter in physical terms and ignore the social-economic issues of the poor. For
some of the the poor, a house should enable them to set up an informal economy
activity, or so called as UBR (Home Based Enterprises Practices).
This research reveals problems in dwelling in rusunawa to those who rely on their
house as a place for business, particularly related to the tactics comitted to
continue their business, by examining: 1) the opportunities for UBR practices
adjustments in Rusunawa Jatinegara Barat, 2) spatial tactics practiced by residents
who run business to overcome the limitation of rusunawa; 3) the factors that drive
the spatial tactics. The research is used to assess the focus of the government's
strategy on rusunawa housing sector for relocated residents and its impact on
UBR practice adjustment in it.
This research used a mix method, with the approach of case studies and survey
research. Findings have shown that 1) The government policy (strategy)
concerning the rusunawa development only focuses on physical space aspects of
residential and has less consideration on one aspect of the essential lifecycle
space, that is UBR. It is causing difficulty for the survival of people who run
UBR; 2) those who rely on UBR develop tactics in order to keep running their
business by occupating outside the provided space.