Lahan bekas tambang batubara sering dipandang sebagai lahan yang marginal, namun jika reklamasi dilakukan dengan baik dan didukung dengan perencanaan pemanfaatan lahannya, maka lahan bekas tambang dapat menjadi sumber-sumber ekonomi baru sekaligus untuk tujuan perbaikan kondisi lingkungan dan menjaga keseimbangan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji preferensi para pemangku kepentingan atas komoditas yang dapat dikembangkan pada kawasan budidaya lahan bekas tambang yang berisi ragam penggunaan lahan, (2) merumuskan sustainable development sequential lahan bekas tambang batubara dan rencana tata ruangnya agar menjadi lanskap yang terintegrasi dan multifungsi, (3) mengevaluasi nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berisi ragam penggunaan lahan, (4) mengkaji kelayakan usaha dengan menghitung potensi yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan kawasan budidaya sampai penutupan kegiatan pertambangan. Metode yang digunakan yaitu: (1) Analytical Hierarchy Process, (2) Geographical Information System, (3) valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan (4) kajian kelayakan usaha (NPV, IRR, dan B/C Ratio).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perhatian utama stakeholders adalah terhadap kesesuaian lahan dan komoditas yang dipilih sejalan dengan kebiasaan masyarakat, (2) lahan bekas tambang bisa ditransformasi menjadi lahan produktif yang menghasilkan beragam produk ekonomi dan jasa lingkungan tanpa harus menunggu selesainya seluruh kegiatan pertambangan, (3) nilai lingkungan lahan bekas tambang batubara PT Bukit Asam dengan konsep tata ruang yang terintegrasi dan multifungsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsep pemulihan lahan untuk tujuan penghijauan lingkungan sesuai standar keberhasilan reklamasi, (4) Berdasarkan kajian kelayakan usaha dapat disimpulkan bahwa pengembangan hutan tanaman industri jenis Jabon Merah, budidaya perikanan, pengembangan tanaman Kayuputih, dan pengembangan peternakan sapi potong layak diusahakan, estimasi pendapatan sebelum pajak sampai dengan penutupan tambang tahun 2043 sebesar Rp. 1.216.073.145.000,00 (untuk area izin pertambangan 15,421 ha). Jika terdapat sumber ekonomi baru setelah pertambangan berakhir, kondisi sosial dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.
Mined land is often seen as marginal land, but if the reclamation is done well and is supported with land use planning, the mined land can be sources of new economy at the same time serving the purpose of environmental conditions improvement and maintaining social balance. This study aims to: (1) assess the preferences of stakeholders on a commodity that can be developed in the area of mined land that contains a variety of land use; (2) formulate sustainable sequential development of ex-coal mining land and its spatial planning for landscape integration and multifunctional; (3) evaluating the economic value of natural resources and environment that contains a variety of land use; and (4) assess the feasibility to calculate the potential that can be generated from the utilization of cultivated area until the closing of the mining activities. The methods used are: (1) analytical hierarchy process, (2) geographical information system, (3) economic valuation of natural resources and the environment, and (4) study the feasibility (NPV, IRR, and B/C Ratio). The results found: (1) the main concern of stakeholders is the land suitability and commodities are selected in line with people's habits; (2) mined land can be transformed into productive land that produces various products of economic and environmental services without having to wait for the completion of all activities mining; (3) the value of land environment of mined land PT Bukit Asam with spatial concepts that are integrated and multifunctional is higher than the land recovery concept for the purpose of greening the environment according to the standard of reclamation; and (4) based on the feasibility study it can be concluded that the development of the red Jabon plantation, Aquaculture, Cajuput crop development, and beef cattle farms, the estimated pre-tax income until the closing in 2043 amounted Rp1,216,073,145,000.00 (for the mining permit area 15.421 ha). If there is a source of a new economy after mining ends, the social conditions and environmental sustainability can be maintained.