ABSTRAKJumlah anak autis di Indonesia terus meningkat tahun 2010 1: 300 dan
tahun 2015 di setiap 250 kelahiran ada 1 anak yang lahir autis. Anak autis masih
dianggap sebagai pihak ketiga (third party) sekaligus stressor bagi keluarga.
Kestabilan kondisi keluarga seperti ini sulit untuk dicapai sebab ada sebuah
uncertainty (ketidakpastian) kapan kondisi ini akan berakhir dan memang tidak
ada jaminan kapan anak autis akan menjadi mandiri. Inilah yang memicu
ketegangan hubungan spouse maupun parenting dalam hubungan segitiga
(triangle relationship). Sehingga penelitian ini ingin memaparkan pola dialektika
hubungan interpersonal dalam keluarga dengan anak autis dan melihat bagaimana
mereka menegosiasikan kontradiksi tersebut dalam mencapai suasana yang
kondusif (harmonis) di sistem keluarganya. Relational dialectics theory
digunakan untuk menjelaskan kontradiksi dan dialektika hubungan interpersonal
ini. Metode Interpretative Phenomenologycal Analysis digunakan untuk melihat
pola dialektika keluarga autis dari penuturan pengalaman masing-masing anggota
keluarga non autis.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi ketidakseimbangan dalam pola
hubungan interpersonal keluarga dengan anak autis yang memiliki sistem tertutup
tetapi bukan berarti mengarah ke centrifugal karena tergantung pada autistic
child background, personal background, family background dan beliefs
background seperti respon cepat ?bangkit? (resilience) dari kesedihan, menerima
dengan ikhlas, bersyukur, pasrah ketika usaha sudah maksimal, tidak
menyalahkan diri sendiri ataupun pasangan, semua respon tersebut lebih
mengarahkan ke keharmonisan (centripetal) antar individu dalam keluarga dengan
anak autis. Budaya patriarki masih terlihat di mana bapak berkorban finansial
sedangkan ibu berkorban tenaga. Menariknya, walaupun ibu mengeluarkan tenaga
yang besar untuk anak autisnya tetapi ketika bapak hanya memberikan sedikit
perhatian terhadap ibu dengan mengajak jalan/makan, menonton bioskop berdua
ataupun mengucapkan ?tidak usah bangun terlalu pagi untuk memasak? karena
bapak tahu lelahnya ibu, hal itu mampu ?meluruhkan? beban berat dan
?menentramkan? perasaan ibu yang seharian mengurus anak autisnya
ABSTRACTNumber of children with autism in Indonesia continues to increase with the trend
in 2010. 1:300 and 2015 in every 250 births there was one autistic child born.
Children with autism are still regarded as a third party once the stressor for
families. The stability of autistic family are difficult to be achieved because there
is an uncertainty such as when these conditions will end and there is no guarantee
when the autistic child will become independent. These conditions cause tension
in spouse or parenting relationships or in the triangular relationship. Thus, this
study aims to expose the pattern of interpersonal relationships dialectic in families
with an autistic child and see how they negotiate the contradiction in achieving a
conducive atmosphere (harmony) in the family system. Relational Dialectics
Theory is used to explain the contradictions and their dialectics. Interpretative
Phenomenologycal Analysis is used to see a pattern of relational dialectic in
autism families from the non-autistic family members? narrative about their
experience.
The results showed there was imbalance relationships pattern in closed family
system with autistic child but it did not mean that it was centrifugal because it
depends on autistic child background, personal background, family background
and beliefs background such as rapid response to resilience, accept willingly, be
grateful, be resigned when efforts have the maximum, do not blame yourself or
your partner, all the responses are more directed to harmony (centripetal) among
individuals in families with an autistic child. Patriarchal culture is still visible
where the father is more sacrifice financially while the mother sacrifices
physically. Interestingly, although mothers expend so much time and energy to
her autistic child, but when the father paid little attention to the mother by taking
the road/dining together, watch the movie or just saying the words "do not have to
get up too early to cook" because father knows how exhausted mother is, it has
been able to "shed" a heavy burden and to "pacify" the mother feeling taking care
of children with autism all day.