ABSTRAKDiagnosis HIV pada bayi masih sulit ditentukan pada daerah dengan sumber terbatas dan tidak memiliki fasilitas pemeriksaan PCR. Keterlambatan menentukan diagnosis pada bayi tertular HIV yang lahir dari ibu HIV positif akan menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Penelitian ini bertujuan menemukan model prediksi risiko bayi tertular HIV yang efektif yaitu yang memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas cukup baik dan praktis penggunaannya di lapangan. Penelitian terdiri dari dua tahapan yaitu tahap pertama pembuatan model dari faktor risiko pada ibu, bayi, dan persalinan serta tahap kedua validasi skoring model. Subjek tahap pertama berasal dari data rekam medis pasangan ibu HIV positif dan bayi yang dilahirkannya di 5 rumah sakit di Jakarta dan Kepulauan Riau dan 1 puskesmas di Jakarta sebanyak 100 subjek. Didapatkan 2 model skor yang efektif sebagai model prediksi risiko bayi tertular HIV yaitu Model 1 (terdiri dari usia ibu, ARV pada ibu, infeksi TB paru, usia gestasi, cara persalinan dan jenis kelamin bayi) dan Model 2 (ARV pada ibu, infeksi TB paru ibu, dan cara persalinan). Model 2 selain efektif juga praktis untuk penggunaan di lapangan. Validasi eksterna terhadap 20 subjek bayi yang lahir dari ibu dengan HIV positif di 3 rumah sakit di Jakarta menunjukkan tidak terdapat perbedaan hasil antara Model 2 dan pemeriksaan PCR RNA HIV bayi usia 6 minggu. Model 2 adalah model prediksi yang efektif dan praktis untuk prediksi risiko bayi tertular HIV yang lahir dari ibu HIV positif di daerah dengan sumber dan fasilitas terbatas.
ABSTRACTHIV diagnosis in infants is still difficult to determine in areas with limited resources and no PCR examination facilities. Delay in diagnosing HIV infected infants born to HIV positive mothers will lead to high morbidity and mortality. The aim of this study is to find an effective and practical model to be used in the field to predict risk of HIV transmission in infants born to HIV positive mothers, with relatively well sensitivity and specificity. This study consisted of two stages. The first stage was to develop a risk factor model consisting of maternal, infant and obstetric risk factors, and the second stage was to validate the scoring model. Data for the first stage was obtained using medical records of 100 infants born to HIV positive mothers in 5 hospitals in Jakarta and Riau Islands, as well as 1 community health center in Jakarta. Two effective models were generated in this study, namely: Model 1 (consisting of maternal age, maternal ARV therapy, maternal tuberculosis infection, gestational age, method of delivery, sex of the infant) and Model 2 (consisting of maternal ARV treatment, maternal tuberculosis infection, and mode of delivery). Model 2 is more effective and practical to be used in the field. External validation performed on 20 infants born to HIV positive mothers in three hospitals in Jakarta showed that there were no differences between the scoring model and PCR RNA HIV results. Model 2 can be used on infants born to HIV positive mothers as an effective and practical transmission risk prediction tool for in areas with limited resources and facilities