Korupsi dikategorikan sebagai ke jahatan luarbiasa, karena dapat
memengaruhi citra negara, sekaligus mengguncang kestabilan sosial politik sebuah
pemerintahan. Kendati tuntutan pemberantasan korupsi di dalam negeri sangat tinggi,
kenyataannya, para penegak hukum Indonesia belum mampu menghapuskan korupsi.
Bagi beberapa aktor korupsi, motif di balik perilaku korupnya bersumber pada
wewenang yang dimiliki. Tulisan ini berfokus pada situasi di mana pejabat publik
tersangka korupsi dituduh melakukan kejahatan karena kuasa diskresinya. Ini berarti,
korupsi yang dituduhkan padanya merupakan konsekuensi dari wewenang
pengambilan keputusan. Terperangkap oleh kuasa diskresinya, kategori tertuduh
semacam ini tetap dikenai dakwaan korupsi, kendati uang atau fasilitas yang diperolehnya tidak dinikmatinya secara pribadi.