Dalam kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia terlihat peningkatan kegiatan investasi yang pesat, khususnya di Jakarta sebagai kota metropolitan, tempat berpusatnya seluruh sektor usaha negara kita. Sejalan, dengan pertumbuhan investasi, jumlah tenaga asing yang masukpun meningkat pula. Untuk itu, dibutuhkan penyediaan sarana tempat hunian yang berkualitas internasional dan berlokasi stratejik. Dan apartemen sebagai salah satu produk real estate berbentuk bangunan yang meliputi sejumlah unit hunian, yang ditempati berbagai penghuni yang berbeda dengan membayar sejurnlah sewa kepada pemiliknya, merupakan suatu alternatif pilihan utama.
Hal tersebut menyebabkan bisnis apartemen menjanjikan prospek yang menguntungkan di mata para pengusaha. Dan sebagaimana umumnya terjadi, rnerebaknya suatu peluang usaha selain menjanjikan prospek, juga menimbulkan permasalahan seperti makin intensifnya persaingan.
Situasi bisnis apartemen dewasa ini ditandai pertumbuhan sekitar 35.4 % pertahun dari 1985 hingga sekarang, dengan jumlah 22 apartemen di Jakarta yang beroperasi dengan tirigkat hunian rata?rata 97 % . Potensi permintaan, tahun mendatang diperkirakan akan meningkat sekitar 25 % pertahun hingga mencapaj 3750 unit pada tahun 1995. Akan tetapi penawaranpun melonjak tajam, sehingga diperkirakan pada akhir tahun 1995 akan tersedia sekitar 5400 unit apartemen. Efek yang mungkin terjadi adalah menurunnya tingkat hunian rata?rata hingga 70 % pada tahun itu.
Dengan meggunakan analisis sensitivitas variabel tingkat hunian, tenlihat bahwa investasi apartemen seharusnya memiliki tingkat hunian minimum 70% dengan pay-back period 10,2 tahun Tujuan pemasaranpun tidak terlepas dari aspek di atas, dengan target tingkat hunian serta pay?back period tersebut.
Untuk mencapai tujuan pemasaran tersebut, pelaku bisnis perlu melancarkan strategi pemasaran yang terpadu, yang memperhatikan karakteristik pemasaran dan apartemen yang berkaitan erat dengan jenis produknya yakni jasa penyewaan hunian. Strategi pemasaran dapat dimulai dengan melakukan segmentasi pasar dan memposisikan produk untuk menjangkau target pasar yang telah ditentukannya. Dari hasil analisis, ternyata segmen pasar potensiaInya adalah kelas menengah tenaga kerja asing ( 50 % ). Oleh karenanya mempopulerkan apartemen sebagai produk tempat hunian yang sesuai dan nyaman -- praktis, terjangkau harganya, berkualitas standar, dekat ke lokasi kerja, plus fasilitas tambahan --, adalah bentuk upaya memposisikan produk tersebut.
Mengingat banyaknya pelaku dalam bisnis apartemen ini maka dalam hal strateji bersaing, pemimpin pasar apartemen -- khususnya yang melayani kelas atas -- harus mengambil tindakan pro-active, menghadapi bertambahnya pesaing. Baik itu dilakukan dengan pengembangan produk, maupun dengan pengembangan, strateji pemasarannya, baik melalui faktor harga maupun non harga. Para pelaku yang bermain di pasar apartemen kelas menengah ke bawah, umumnya adalah pengikut pasar, yang merupakan price?taker, yang bergantung pada kondisi di pasaran.
Secara umum, pengikut pasar dapat memainkan strateji non harga, seperti melalul Fokus pada kelas tertentu, sebagai contoh : tenaga kerja menengah Jepang yang lajang, tenaga asing sektor perminyakan, bahkan manajer Indonesia yang termasuk kelas menengah ( sebagai pengikut trend gaya hidup praktis, peminat awal lnvestasj ). Untuk memenangkan persaingan, mereka perlu rnerencanakan dan menerapkan strateji pemasaran yang tepat.
Produk yang ditawarkan sebaiknya lebih asri dan nyaman serta aman, berlokasi tak jauh dari pusat bisnis. Lokasi lapis kedua seperti Kebayoran, perbatasan Jakarta ? bekasi, Kemang adalah beberapa contoh yang sesuai. Bagikelas menengah, aspek harga dan lokasi memegang peran cukup penting.
Penetapan harga sebaìknya mengikuti pasaran khususnya bagi apartemen kelas menengah. Untuk kelas tersebut, variasi tarif sewa yang dapat diperoleh umumnya berkisar dan $ 1,500 hirigga $ 3,000 per-unit. Melengkapi tarif sewa, juga dikenakan service charge ( sekitar $ 1.5 hingga $ 5 per?m2 ), yang dapat dikenakan secara optional bagi fasilitas tambahan tertentu. Segi lain yang muncul adalah potongan harga yang mengikuti pola lama penyewaan lebih dari setahun ( sekitar 7.5 % per tahun, umumnya dua tahun ).
Penggunaan agen pemasaran ( dengan fee 3 % - 5 % dan nilai sewa ) dapat mengefektifkan distribusi, komunikasi, serta manajemen penjualannya. Mengenai komunikasi, agaknya brosur dan íklan memegarig peran terpenting, selain cara promosi mulut ke mulut. Secara umum, target sasaran komunikasi adalah calon pelanggan potensial, walaupun kadangkala mula?mula perlu ditujukan pada perusahaan atau industri tertentu, dengan anggaran maksimum sebesar sebulan sewa semua lantai apartemen. Dalam hal distribusi, setelah perusahaan berjalan sebaiknya memelihara data base yang berisi seluruh informasi pelanggan, dan perusahaan potensial. Armada manajemen penjualan internal juga akan mendukung kesuksesan pemasaran, melalul kerjasama dengan semua pihak yang terkait.
Dalarn mengembangkan produk apartemen menengah, para pelaku pasar -- khususnya investor baru -- sebaiknya memanfaatkan ceruk pasar khususriya daÌam hal : produk, lokasi, fasilitas, lingkungan, atau kualitas. Untuk kelas atas, ada trend menguatnya peran apartemen jasa (perluasan kapasitas) dan posisl saingnya, sehingga investor baru dalam rnemperluas investasi sebaiknya hanya mengikuti pemimpin pasar. Sesungguhnya, porsi segmen ataspun makin terbatas, sekitar 5.
Akhirnya, bisnis apartemen sendiri memang menjanjikan prospek baik, tetapi di lain pihak termasuk usaha padat modal dan bersifat jangka panjang, sehingga resikonyapun tidak kecil. Berbondongnya minat pendatang baru masuk ke bidang ini, sebaiknya diimbangi perhitungan matang, perencanaan lengkap, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemilihan waktu dan skala investasi apartemen yang direncanakan tersebut harus tepat, disesuaikan derigan siklus usahanya dan kondisi makro ekonomi Indonesia , seperti halnya : dana yang tersedia dan iklim PHA. Dengan demikian, kesuksesannya akan lebih terjamin.