ABSTRAKDalam beberapa tahun terakhir, perhatian lembaga keuangan terhadap manajemen
resiko menjadi semakin besar karena pasar keuangan dunia semakin terintegrasi. Resiko
yang dihadapi dalam mengelola portofolio adalah general risk dan spesific risk. General
risk terdiri dari business risk dan financial risk, sementara spesific risk terdiri dari market
risk, credit risk, operational risk, dan liquidity risk.
Sejarah membuktikan banyak bank yang bangkrut diakibatkan oleh
mismanajemen portofolio. Kasus kebangkrutan yang terjadi umumnya ditimbulkan
karena salah mengantisipasi market risk, yaitu resiko kerugian yang dapat timbul dan
perubahan harga atau faktor ? faktor pasar, yakni suku bunga (interest rate), nilai tukar
(exchange rate), harga saham dan komoditi. Salah satu kasus kerugian akibat market risk
yang sempat menjadi perhatian pasar finansial internasional adalah kasus Orange County
(California, Amerika).
Untuk itu diperlukan perangkat analisa resiko yang lebih akurat untuk mendeteksi
dan memberikan peningatan dini (early warning system), untuk menghindarkan kerugian
yang akan diderita dan mengakibatkan instabilitas keuangan.
Basle Committee on Banking Supervision pada Januari 1996 menyebutkan secara
umum metode standar pengukuran resiko portofolio dan mensyaratkan para pelaku pasar
menerapkan minimal satu metode tersebut, yakni standar kualitatif standar kuantitatif,
dan stress testing. Salah satu analisa perhitungan standar kuantitatif adalah VAR.
Penelitian ini akan memaparkan perhitungan resiko dengan metode Value at Risk
(VAR) pada PT.Bank Universal Tbk untuk mengetahul resiko maksimum yang
mungkin timbul dikemudian hari akibat adanya volatilitas suku bunga pasar dengan
holding period yang berbeda-beda.
Metode VAR yang diungkapkan dalam karya akhir ini adalah motode Varian
Kovarian. Metode ini dijabarkan lagi dalam tiga estimator volatilitas, yaitu Standar
Deviasi, Equally Weighted (EW) dan Exponentially Weighted Moving Average (EWMA).
Masing-masing metode estimator volatilitas dalam menghitung VAR dapat dibuat
berbagai macam model dengan menggunakan jumlah data historis 520 hari kerja sebagai
basis perhitungan. Adapun selang kepercayaan yang dipilih adalah 95% (menurut
Riskmetrics) dan 99% (menurut Basel Committee).
Untuk estimator volatilitas EW dan EWMA, rolling data yang dipakai adalah
setiap 65 hari. Untuk estimator volatilitas EWMA, penelitian ini memakai dua decay
factor sebesar 0.94 dan 0.97. Dalam mendapatkan nilai VAR dikemudian hari holding
period yang disimulasikan antara lain 1 hari, 5 hari, 10 hari dan 20 hari kedepan.
Dari tiga (3) estimator volatilitas ini, menghasilkan beragam model simulasi.
Selanjutnya, setiap model ini dilakukan uji validitas untuk mengetahui apakah model
tersebut valid, konservatif atau tidak valid, yaitu dengan uji Backtesting. Uji ini
menggunakan dua pendekatan peniode updating yaitu 5 hari dan 20 hari. Dari hasil uji
backtesting ini, terlihat bahwa periode updating 5 hari lebih merepresentasikan kejutan
volatilitas.
Dari beberapa model yang disimulasikan, model EWMA dengan decay factor
0.94 pada selang kepercayaan 95% adalah yang paling optimal bagi bank tersebut, karena
model ini meniberikan prediksi nilal VAR terkecil dibanding model lainnya.
Model ini sesuai dengan keadaan Net Present Value bank sebesar negatif Rp
3,702,188,190,760 yang mengindikasikan bahwa ?capital requirement? bank
sebenamya juga tidak mampu untuk menutupi nilai resiko dengan model tersebut.
Kemudian, dari hasil stress-testing, ditemukan pada tanggal 4 Desember 2001 terjadi
kerugian tertinggi sebesar Rp 37,289,116,191. Maka, bank harus menyediakan dana
sebesar nilai tersebut untuk mengantisipasi terjadi kembali kerugian yang dinyatakan
dalam toleransi maksimal kerugian bank akibat adanya volatilitas suku bunga.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan bagi bank, bahwa untuk mampu
mengelola nilai resiko dengan model EWMA pada decay factor 0.94 dan selang
kepercayaan 95%, bank harus mampu menutup kekurangan modalnya terlebih dahulu.