ABSTRAKKondisi ekonomi di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menurunkan kualitas
Neraca dan Laporan laba rugi dalam rupiah sebagai alat analisis untuk menilai kineja
perusahaan, khususnya pada industri yang rentan terhadap fluktuasi kurs akibat
ketergantungan terhadap bahan baku impor, hutang luar negeri dan pembayaran royalti.
Analisa laporan keuangan untuk menilai resiko likuiditas dan solvabilitas bisa menjadi
bias jika hanya rnengandalkan analisa Neraca dan Laporan laba rugi. Untuk mendekati
kenyataan sebenarnya, peranan analisa laporan arus kas sebaiknya ditingkatkan untuk
melengkapi informasi yang kurang akurat akibat distorsi metode pencatatan/akuntansi.
Pada industri farmasi Indonesia, hasil analisa rasio tradisional yang menggunakan
informasi Neraca dan Laporan laba rugi hasilnya tidak seakurat rasio yang menggunakan
informasi Laporan arus kas. Hal tersebut terbukti dari analisa prediksi kesulitan keuangan
(financial distress) perusahaan farmasi publik periode 1996-2000, Alasannya adalah rasio
tradisional merupakan stock variable, sehingga hanya melihat pada saldo satu titik
tertentu yaitu pada akhir periode tutup buku (cut off). Hasilnya akan menjadi sangat
fluktuatif dan memberi peluang memanipulasi laporan keuangan (window dressing) serta
terdistorsi kurs (seperti jumlah kewajiban mata uang asing yang meningkat, padahal
sebenarnya tidak ada penambahan kas. Sementara ¡tu Operating cashfiow ratio bisa lebih
tepat memberikan sinyal kesulitan keuangan Suatu perusahaan (early warning system)
karena operating cashflow ratio bersifat variable sehingga tidak ada efek non cash
allocation dan metode pencatatan akuntansi dan relatif lebih sulit untuk dimanipulasi.
Prediksi resiko likuiditas dan solvabilitas perusahaan farmasi publik di Indonesia,
periode 1996-1997, perusahaan dengan operating cashflow ratio di atas rata-rata industri
memberikan indikasi bahwa perusahaan pada satu tahun mendatang relatif tidak akan
mengalami kesulitan keuangan. Sebaiiknya analisa rasio tradisional, seperti misalnya
current ratio yang berada di atas rata-rata industri atau Z Score yang menyatakan kondisi
keuangan perusahaan aman memberikan indikasi yang kurang tepat.
Pada periode 1998-2000, ìnformasi laporan keuangan terdistorsi fluktuasi kurs
Rupiah terhadap mata uang asing. Analisa operating cashflow ratio yang berada diatas
rata-rata industri tetap memberikan indikasi yang benar bahwa tahun mendatang kondisi
keuangan perusahaan relatif aman, tetapi operating cashflow ratio yang rendah belum
tentu mengindikasikan bahwa kondisi keuangan perusahaan di tahun mendatang
berbahaya. Para analis harus meneliti Iebih jauh karakteristik produk, strategi penjualan,
dan sebagainya. Beberapa perusahaan farmasi yang memiliki operating cathflow ratio
rendah pada periode ini dan berhasil melakukan restrukturisasi hutang, perubahan
strategi, rnelakukan inovasi produk atau promosi yang gencar untuk mendongak
penjualan khususnya yang mengandalkan obat bebas (OTC) pada tahun berikutnya
berhasil memperbaiki kondisi keuangan perusahaannya dengan mengambil kesempatan
disaat krisis dimana masyarakat cenderung memilih swamedikasì dengan obat bebas
seperti Tempo Scan dan Bayer. Sementara itu Kalbe Farma dan Dankos walaupun sudah
berhasil mencetak keuntungan yang luar blasa masih harus menghadapì resiko likuiditas
dan solvabilitas yang Cukup besar akibat kebijakan perusahaan yang agresif dibandingkan
perusahaan sejenis dalam menggunakan pembiayaan eksternal hutang luar negeri.
Sedangkan perusahaan yang mengandalkan obat resep (ethical) seperti Schering
Plough, Squibb dan Dana Varia yang telah menaikan harga obat cukup tinggi untuk
mengkompensasi pembayaran royalti dalam mata uang asing pada saat daya beli
masyarakat lemah, pada periode 1998-2000 mengalami kesulitan keuangan yang sangat
berbahaya karena penjualannya menurun drastis. Hanya Merck yang tetap mampu
memelihara kondisi keuangan tetap baik karena gencar menerapkan strategi promosi
penjualan obat ethical melalui simposium ilmiah dan mendapat dukungan berupa
pinjaman dan induk perusahan Merck KgaA untuk mènyehatkan kondisi keuangan
perusahaan di saat bunga pinjaman sangat tinggi.