Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi limbah pengeboran minyak berupa lumpur bor bekas (used mud) yang dapat menyebabkan kematian 50% (LC50) post larva (PL) 19 Udang Windu (Penaeus monodon) melalui bioassay. Nilai LC50 selanjutnya dapat memberikan gambaran sifat toksik dari limbah pemboran minyak. Data toksisitas limbah tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperlakukan limbah selanjutnya, apakah boleh dibuang langsung ke lingkungan atau harus dilakukan pengelolaan lebih lanjut untuk menurunkan sifat toksiknya. Pengelolaan limbah pemboran ini mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.45 Tahun 2006. Limbah pengeboran berasal dari daerah Babelan,Bekasi Utara. Benur udang windu diperoleh dari Hatchery di Tanjung Pasir, Tangerang. Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan metode probit menggunakan software EPA Probit Program Version 1.5. Setelah pengamatan 72 hingga 96 jam, sebagian besar benur udang pada seluruh media uji terkecuali kontrol mulai mengalami kematian. Gejala dari benur udang sebelum mati adalah sangat lemah dalam pergerakan dan sangat lemah dalam merespon rangsangan dari luar. Kematian ditandai dengan adanya lendir dan perubahan pada warna tubuh. Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh nilai LC50 limbah hasil pengeboran minyak terhadap benur udang Windu (P. monodon) pada pemaparan waktu 24, 48, 72 dan 96 jam adalah berturut-turut 154.333 ppm, 139.862 ppm, 107.169 ppm dan 91.706 ppm. Limbah hasil pengeboran minyak diduga bersifat tidak toksik karena nilai LC50 - 96 jam masih dalam batasan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu ≥ 30.000 ppm. Oleh karena itu, limbah pengeboran minyak diperkenankan dibuang langsung ke badan air, tanpa keharusan untuk melakukan pengolahan.