ABSTRAKDengan diberLakukannya UU mengenai dana pensiun No 11 tahun 1992, dana
pensiun telah memasuki era profesionalisasi dalam pengelolaan kekayaannya.
Hal ini merupakan tantangan bagi dana pensiun untuk selalu meningkatkan
kemampuannya dalarn perencanaan (dalam rangka rnenghadapi situasi yang
senantiasa berubah baik internal dan seringkali eksternal) serta dalam implementasi
dan perencanaan ínvestasi tersebut. Kedua tahap proses manajemen investasi
tersebut perlu diikuti Secara proaktif dan tidak cukup hanya reaktif. Dengan kinerja
positif yang berhasil dicapai, akan memberikan dampak secara makro, yaitu
pemanfaatan dana yang ada untuk kepentingan nasional, mau pun dampak secara
mikro, bagi perusahaan pemberi kerja dan tentunya peserta pensiun itu sendiri.
Sebagaimana yang ditemui, esbagian dari dana pensiun di Indonesia masih
mengalami defisit dalam kecukupan dananya. Diantara penyebabnya adalah karena
pendanaan dari sponsor yang belum terpenuhi. Dalam kondisi defisit ini, bukan
berarti bahwa dana pensiun belum perlu atau tidak dapat memikirkan
pengembangan dan kekayaan yang ada. Dalam kondisi defisitpun, pengembangan
kekayaan dapat dilakukan karena,. seperti halnya pada kondisi pendanaan yang
surplus, tetap tersedia penumpukan dana untuk sementara waktu. Begitu pula
sebaliknya dalam kwalitas pendanaan yang surplus, bukan merupakan jaminan
bahwa Dana Pensiun yang bersangkutan akan selalu berhasil dalam
pengembangan kekayaannya. Balk bagi dana pensiun yang pendanaanya rnasih
dalam kondisi defisit ataupun bagi yang pendanaannya telah dalam kondisi surplus,
perlu memperhatikan kegíatan dan pengembangan kekayaannya yaitu dengan
peningkatan kemampuan dalam perencanaan maupun implementasi dari
perencanaan investasí.
Pada saut ¡ni, pola penempatan investasi masíh di tentukan secara
konvensional dimana para investor dana pensiun cenderung untuk memilih
investasi yang aman-aman saja yang sifatnya jangka pendek yaitu seperti deposito.
Meskipun struktur demografi peserta dana pensiun masih memungkinlcan untuk
bergerak Iebih ?agresif, sementara diiain pihak teknologi yang semakin maju juga
membuka peluang yang lebih besar untuk investasi pada jenis asset lainnya, namun
umumnya dana pensiun masih ragu-ragu untuk mendiversifikasikan atau
merelokaslkan dananya dari deposito ke jenis asset lainnya.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam perencanaan dan
implmentasi dana pensiun diperlukan pengukuran-pengakuran kinerja
yang Iebíh akurat yang memungkinkan investor Iebih meyakini keputusan yang
diambil. Kondisi saat ini menunjukkan belum ada satupun dari dana pensiun yang
mengukur kinerjanya dengan mempertimbangkan nisiko.Pada dasarnya terdapat
4 alternatif pengukuran kinerja dengan mempertimbangkan nisiko ini yaitu excess
return to variability measures, excess return to systematic risk, differential return to
Variability measures, dan diffirentiai return to systematic risk. Bahkan pengukuran
yang disebut dengan diffrrensial return to systematic risk sangat niendukung untuk
dilakukannya evaluasi terhadap atribusi kinerja yang telab berhasil dicapai.
Dari segi kinerja investasi, semua investasi yang dilakukan dana pensiun
memang telah menghasilkan kinerja positif yang lebih baik dibandingkan dengan
suku bunga bebas risiko. Namun bila ditelusuri dengan metode pengukuran kinerja
relatif terhadap risiko, masih banyak dana pensiun yang memiliki investasi besar
justru belum menghasilkan kinerja yang sepadan dengan besamya risiko yang
diemban. Lembaga dana pensiun yang memiliki investasi lebih kecil menghasilkan
kinerja relatif, balk differential return systematic risk maupun differential return to
variability measures yang lebih balk daripada lembaga dana pensiun yang ?bermodal
besar?.