Penelitian ini berusaha untuk memeriksa pengaruh kemampuan komunikasi perkawinan dan kepuasan seksual terhadap kualitas perkawinan pada perempuan yang bekerja sebagai perawat wanita di rumah sakit jiwa yang suaminya juga bekerja. Wanita yang bekerja, terutama yang bekerja secara shift memiliki waktu yang lebih sedikit untuk bisa bertemu dengan keluarga dan pasangan dan ini berdampak pada kondisi relasi yang sulit terbangun. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuisioner. Sebanyak 108 ners perempuan yang bekerja di RSJ Radjiman Wediodiningrat dan dengan suami bekerja berpartisipasi dalam studi ini. Dari analisis regresi berganda, diperoleh hasil bahwa ada pengaruh antara kemampuan komunikasi perkawinan dan kepuasan seksual terhadap kualitas perkawinan. Variabel kemampuan komunikasi perkawinan dan variabel kepuasan seksual mempengaruhi 58,1% dari variabel kualitas perkawinan, sedangkan 41,9% dipengaruhi variabel lain. Dengan temuan ini diharapkan instansi pemberi kerja lebih memperhitungkan pengaturan waktu kerja supaya setiap individu memiliki waktu bersama keluarga. Selain itu pasangan harus tetap proaktif untuk menjaga kualitas perkawinan dengan memperhatikan faktor komunikasi dan seksualitas.
This research aims to investigate the influence of marriage communication skills and sexual satisfaction on the marriage quality of female nurses who work at a mental hospital and whose husbands also work. Working females, especially those who work in shifts, have less time to spend with their families and spouse, which, in turn prove to be great challenges to building a good relationship between partners. Our principal instrument of data collection is questionnaires. 108 female nurses who work at Dr. Radjiman Wediodiningrat Mental Hospital and have working husbands participated on this study. The results of the multiple regression analysis demonstrated that marriage communication skills and sexual satisfaction can influence marriage quality. This finding suggests that the marriage communication skills variable and the sexual satisfaction variable exert 58.1% influence on the marriage quality variable, while the remaining 41.9% influence is exerted by other variables. These findings are expected to support our recommendation for employing institutions to reconsider the distribution of their employees’ working hours, so that each individual can spend more time with their families. Besides that, every couple must proactively find the best way to maintain their marriage quality by taking into account communication quality and sexual satisfaction factors.