Although employee silence is already well-known to cause harms to both employees and organizations, less is known about the individual and situational factors that can influence it. This study reveals the relationships among acquiescent silence, defensive silence, psychological contract breaches, job-based psychological ownership, voice efficacy, psychological safety and task cohesion. Employing scales with good reliability scores (α between 0.8 to 0.95), we conducted a survey on a sample of of 260 public employees of an Indonesia‟s government institution. Analysis indicates that (1) individual factors (voice efficacy and psychological contract breach) and situational factors (task cohesion and psychological safety) work hand in hand to affect silence behavior; and (2) job-based psychological ownership has no relationship with acquiescent and defensive silence. This paper discusses (1) the importance incorporating individual and situational factors in understanding silence behavior; and (2) the collectivistic nature of Indonesian people that may contribute to the importance of situational factor (i.e., task cohesion) on silence behavior well and beyond psychological ownership.
Sekalipun telah diketahui bahwa silence (perilaku diam) mendatangkan kerugian bagi individu dan organisasi, tetapi tidak banyak diketahui faktor individu dan faktor situasi yang mempengaruhinya. Studi ini mengungkap hubungan antara acquiscent silence (diam karena merasa tidak berdaya), defensive silence (diam untuk melindungi diri), persepsi pelanggaran kontrak psikologis, kepemilikan psikologis terkait pekerjaan, efikasi untuk mengungkapkan pendapat, rasa aman psikologis dan kekohesifan dalam pelaksanaan tugas. Survei terhadap 260 pegawai dari satu kementerian di Indonesia dilakukan dengan alat ukur yang mempunyai reliabilitas yang baik (α antara 0.8 sampai 0.95). Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) faktor individu (efikasi untuk mengungkapkan pendapat dan persepsi pelanggaran kontrak psikologis) bersama-sama dengan faktor situasi (kekohesifan dalam pelaksanaan tugas dan rasa aman psikologis) mempengaruhi perilaku diam; dan (2) kepemilikan psikologis terkait pekerjaan tidak berhubungan dengan perilaku diam. Naskah ini mendiskusikan (1) pentingnya mempertimbangkan baik faktor individu maupun faktor situasi untuk memahami perilaku diam secara komprehensif; dan (2) pentingnya faktor situasi (yaitu kekohesifan dalam pelaksanaan tugas), yang melebihi pengaruh faktor individu (yaitu kepemilikan psikologis terkait pekerjaan) dalam mempengaruhi perilaku diam kemungkinan disebabkan karena kultur kolektif bangsa Indonesia.