ABSTRAKScktor perbankan merupakan transmisi utama pelaksanaan kebijakan moneter. Melalui sektor
perbankan. instrumen-instrumen moneter diarahkan untuk mempengaruhi besaran-bcsaran moneter.
Kebijakan perbankan meliputi langkah-langkah pemerintah yang dilaksanakan oleh bank sentral
untuk mempengaruhi pcnawaran uang dalam perekonomian atau merubah tingkat bunga dengan
maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
penawaran modal dan apabila tingkat bunga rendah akan lebih banyak penawaran modal dilakukan.
Dengan dernikian aktivitas sektor ñil dapat tetap dikendalikan pcmenntah melalul kebijakan moneter
yang dijalankan oleh Bank Indonesia.
Mengingat sedemikian pentingnya fungsi bank, maka adanya suatu industri perbankan yang
sehat dan tangguh merupakan hal yang sangat vital. Tanpa dukungan dari industri perbankan yang
sehat, sulit kiranya kebijakan moneter akan efektif dalam mendukung sasaran kebijakan ekonomi
makro pada khususnya dan sasaran pembangunan nasional pada umumnya.
Pengelolaan kegiatan usaha perbankan harus senantiasa didasarkan pada prinsip-prinsip kehati
hatian mengingat dana yang dlkelola bank adalah milik masyarakai Pengelolaan yang demikian
kiranya dapat menjaga kepercayaan rnasyarakat terhadap bank, di samping langkah tersebut juga
akan mengendalikan risiko. Hanya dalam keseimbangan antara kebebasan yang mendorong
perkembangan dan kehati-haúan yang menjaga efisiensi dan kesehatan, upaya mewujudkan industri
perbankan yang sehat, efisien dan tangguh akan terealisasi.
Beberapa pennasalahan di sektor perbankan sat ini masih dijumpai, antara lain adalah kredit
bermasalah dan bank bermasalah, ekspansi kredit yang berlebihan dan kecenderungan
meningkatnya kcsenjangan antara volume kredit perbankan dengan mobilisasi dari masyarakat.
Permasalahan-permasalahan ini menuntut perhatian para pengelola dan pihak yang terkait untuk:
bagaimana mengendalikan volume kredit perbaikan agar tetap dukimg tabungan masyarakat yang
memadai, selain produktifnya penggunaan - penggunaan dana itu sendiri. Mengingat sektor perbankan
masih mempunyai peran yang sangat dominan dalam sistem keuangan kita. Dalam kondisi seperti
ini, terganggunya sektor perbankan akan dapat menjurus pada timbulnya krisis keuangan, yang akan
merugikan perekononian secara keseluruhan.
Dalam kaitan dengan kredit bermasalah yang disirami bank-bank, Bank Indonesia telah
mengambil langkah-Iangkah yang pada dasarnya dapat digolongksn dalam tiga kategori, pertama
penyelesaian krcdit bermasalah yang ada, yaitu kewajban melaporkan kredit bermasalah tersebut
dan tindakan yang diambil bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah tersebut agar tingkat
kesehatan bank membaik. Kedua, langkah-langkah mencegah timbulnya kredit bermasalah baru
dengan kewajiban bank melakukan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kreditnya. Ketiga,
langkah membina bank yang menghadapi kredit bermasalah melalui merger atau likuidasi.
Bank yang menghadapi problem kredit bermasalah bukan hanya kredit yang tidak tertagih
tersebut yang diderita, tetapi juga sebagian aktiva tidak dapat diberikan sebagai kredit karena
demikan untuk cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktifiiya. Dengan tertanamnya
sebagian aktíva produktif pada pencadangan penyisihan bank tidak leluasa untuk berekspsansi
memberikan kredítnya kepada para nasabah. Oleh karena itu perolehan keuntungan bank juga turut
dipengaruhi oleh kredit bermasalah yang dimiliki bank.
Komposísi portopolio kredit PT Bank X terdiri dari kredìt Lancar sebesar 30.81%, Kurang
Lancar 11.21%, Diragukan 34.82% dan Macet 23.13% Dengan portopolio krcdit yang sebagian
besarnya bermasalah, PT Bank X mencoba untuk bangkit dan bersaing dengan bank lain di dalam
persaingan yang semakin tajam, baik dalam menghimpun dana maupun dalam menyalurkannya. dalam bentuk kredit. Langkah-langkah yang penting dan perlu diambil PT Bank X adalah
menyelesaikan kredit bermasalahnya dan mencegah timbulnya kredit bermasalah baru.
Dalam mencegah timbulnya kredit bermasalah baru, aspek penting yang perlu dipertimbangkan
oleh PT Bank X adalah risiko kredit, dimana semakin besar risiko kredit tersebut semakin besar
pula kemungkìnan kredit menjadi bermasalah. Risiko kredit yang timbul dalam setiap pemberian
Kredit dapat dikurangi dengan membagi risiko (risk shining) kepada bank lain dan melakukan
analisis kelayakan berkredit nasabah dengan sebaik-baiknya. Pembagian risiko kredit kepada bank
lain dan meningkatkan akurasi analisis kelayakan krcdit nasabahnya dapat ditempuh oleh PT Bank
X dengan memberikan pinjaman kepada nasabahnya dalam bentuk pinjaman sindikasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulls dengan mewawancarai pihak yang menangani
pembukuan PT Bank X, diperoleh keterangan bahwa pemenuhan ketentuan Bank Indonesia cukup
baik. Pemenuhan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 11.54%, pelampauan Batas Maksimum
Pemberian Krcdit (BMPK) nasabahnya sebesar Rp.11.901.000.000 yang terbagi dalam 3 nasabah
individu, dan Loan to Deposit Ratio (LOR) sebesar 109,27%, menunjukkan bahwa PT Bank X
sebenarnya masih mampu untuk melakukan ekspansi kredit. Akan tetapi karena besarnya kredit
bermasalah dalam pencadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang harus dilakukan
demikian besar, menyebabkan aktiva produktif yang tertanam dalam kredit macet dan yang
digunakan dalarn pencadangan penyisihan penghapusan tersebut tidak dapat digunakan untuk
berekspansi.
Sehubungan dengan hal diatas, kredit sindikasi juga dapat membantu PT Bank X dalam
memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia sekaligus melakukan ekspansi kredit. Dengan
membagi kedit kepada peserta sindikasi Iainnya ketentuan BMPK kepada nasabah tidak terlampaui.
CAR dan LDR juga dapat terpenuhi karena Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) jika kredit
diberikan dengan cara sindikasi akan menjadi lebih kecil, sehingga PT Bank X dengan aktiva
produktif yang terbatas dapat terus memberikan pinjaman kepada nasabahnya tanpa melampaui
ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Pembentukan penyisihan cadangan aktiva produktif