Artikel Jurnal :: Back

Artikel Jurnal :: Back

Human trafficking, drug trafficking, and the death penalty / Felicity Gerry, Narelle Sherwill

Felicity Gerry; Narelle Sherwill ( Faculty of Law University of Indonesia, 2016)

 Abstract

Both Australia and Indonesia have made commitments to combatting human trafficking.
Through the experience of Mary Jane Veloso it can be seen that it is most often the vulnerable
‘mule’ that is apprehended by law enforcement and not the powerful leaders of crime syndicates.
It is unacceptable that those vulnerable individuals may face execution for acts committed under
threat of force, coercion, fraud, deception or abuse of power. For this reason it is vital that a
system of victim identification is developed, including better training for law enforcement, legal
representatives and members of the judiciary. This paper builds on submissions by authors for
Australian Parliamentary Inquiry into Human Trafficking, and focusses on issues arising in
the complex cross section of human trafficking, drug trafficking, and the death penalty with
particular attention on identifying victims and effective reporting mechanisms in both Australia
and Indonesia. It concludes that, in the context of human trafficking both countries could make
three main improvements to law and policy, among others, 1) enactment of laws that create
clear mandatory protection for human trafficking victims; 2) enactment of criminal laws that
provides complete defence for victim of human trafficking; 3) enactment of corporate reporting
mechanisms.
Australia dan Indonesia, keduanya telah membuat komitmen untuk memerangi perdagangan
manusia. Melalui pengalaman Mary Jane Veloso, dapat dilihat bahwa seringkali penyelundup
yang tertangkap oleh aparat penegak hukum adalah kaum rentan, dan bukannya pemimpin
sindikat kriminal yang berkuasa. Sulit untuk diterima bahwa orang-orang yang rentantersebut
mungkin menghadapi eksekusi atas perbuatannya yang dilakukan di bawah ancaman,
paksaan, penipuan, atau penyalahgunaan wewenang. Karena alasan itulah, penting agar
sistem pengenalan korban dikembangkan, termasuk pelatihan lebih baik untuk aparat penegak
hukum, pengacara, serta hakim dan jaksa. Tulisan ini disusun berdasarkan laporan para penulis
kepada komisi penyelidikan Parlemen Australia terhadap isu perdagangan manusia, dan
berfokus pada permasalahan yang timbul dari irisan kompleks antara perdagangan manusia,
perdagangan obat-obatan terlarang, dan hukuman mati, dengan perhatian khusus kepada isu
identifikasi korban dan mekanisme pelaporan yang efektif bagi Australia dan Indonesia. Tulisan
ini menyimpulkan bahwa dalam konteks pemberantasan perdagangan manusia, kedua negara
dapat membuat tiga perbaikan dalam hukum dan kebijakannya, ketiga solusi tersebut adalah,
1) penerapan hukum yang memberikan perlindungan wajib bagi korban perdagangan manusia
yang jelas; 2) pembuatan hukum pidana yang yang memberikan perlindungan secara lengkap
kepada korban; 3) pembuatan mekanisme pelaporan bagi perusahaan.

 Metadata

Collection Type : Artikel Jurnal
Call Number : pdf
Main entry-Personal name :
Additional entry-Personal name :
Subject :
Publishing : [Place of publication not identified]: Faculty of Law University of Indonesia, 2016
Cataloguing Source : LibUI eng rda
ISSN : 23562129
Magazine/Journal : Indonesia Law Review
Volume : vol. 6, No. 3, 2016: Hal. 265-282
Content Type : text
Media Type : computer
Carrier Type : online resource
Electronic Access : http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/263/pdf_88
Holding Company : Universitas Indonesia
Location :
  • Availability
  • Review
  • Cover
Call Number Barcode Number Availability
pdf 03-17-385974844 TERSEDIA
Review:
No review available for this collection: 20443325
Cover