Indonesia?s demand for air transport is higher in proportion to its GDP per capita. Its economy
can be expected to grow 6% to 10% annually. A single aviation market could add another 6% to
10% growth in sheer demand. Yet its airports are badly in need of expansion, its infrastructure
is bursting at its seems, and above all, its airlines are strongly resisting liberalization of air
transport in the region for fear of being wiped out by stronger contenders in the region. Against
this backdrop, it is incontrovertible that Indonesia?s civil aviation is intrinsically linked to regional
and global considerations. A single aviation market in the ASEAN region will bring both benefits
to Indonesia and challengers to its air transport sector. This article discusses the economic and
regulatory challenges that Indonesia faces with the coming into effect of the ASEAN Single
Aviation market in 2015.
Permintaan transportasi udara di Indonesia lebih tinggi sebanding dengan PDB per kapita.
Ekonominya dapat diperkirakan akan tumbuh 6 % sampai 10 % per tahun. Sebuah pasar
penerbangan tunggal bisa menambah 6 % sampai 10 % pertumbuhan permintaan. Namun,
bandara-bandara yang sangat membutuhkan ekspansi, infrastruktur yang meledak di
perusahaan, dan di atas semua, maskapai yang secara kuat menolak liberalisasi angkutan udara
di wilayah ini karena takut dihapuskan oleh pesaing kuat di wilayah tersebut Dengan latar
belakang ini,tak terbantahkan bahwa penerbangan sipil di Indonesia secara hakiki berhubungan
dengan pertimbangan regional dan global. Sebuah pasar penerbangan tunggal di kawasan
ASEAN akan membawa manfaat baik bagi Indonesia dan penantang untuk sektor transportasi
udara. Artikel ini membahas tantangan ekonomi dan peraturan yang dihadapi Indonesia dengan
berlakunya Pasar Penerbangan Tunggal ASEAN pada tahun 2015.