Thai ?One Tambon One Product? organisations (OTOPs) have had considerable economic success
since their initiation by the Thai government in 2001. However, in contrast to their ever-increasing
economic relevance, OTOPs? contributions to social development have been acknowledged and
interrogated only very little. In particular the issue of empowerment, a key component of any social
development whether within organisations, at community or even societal level, is strangely
absent from any discourse about OTOPs. This article looks at how far the idea of empowerment is
realised within Thai OTOPs ? or how far it is not realised. For this, a three-dimensional concept of
empowerment has been developed and applied. The data show a rather mixed picture with regard
to empowerment; only some people are empowered whereas many others are systematically disempowered.
OTOPs seem to contribute to quite some extent to the further strengthening of existing
patterns of social dominance, stratification and inequalities.
Organisasi Thai ?One Tambon One Product? (OTOPs) mengalami keberhasilan secara ekonomi sejak
inisiasi yang dilakukan oleh pemerintah Thai di tahun 2001. Namun, meskipun mengalami peningkatan
secara ekonomi, kontribusi OTOP terhadap pengembangan sosial dinilai sangat kecil.
Terkait dengan hal pemberdayaan, komponen utama dari pengembangan sosial baik di dalam
organisasi, pada tingkat komunitas atau masyarakat masih belum muncul dari wacana mengenai
OTOP. Artikel ini melihat sejauh mana ide mengenai pemberdayaan direalisasikan dalam OTOP
Thai ? atau sejauh mana hal tersebut tidak direalisasikan. Untuk itu, konsep tiga dimensi pemberdayaan
telah dikembangkan dan diterapkan. Data menunjukkan adanya gambaran yang bervariasi
terkait pemberdayaan; hanya beberapa orang diberdayakan sementara banyak orang-orang
yang secara sistematis tidak diberdayakan. OTOP terlihat cukup berkontribusi pada penguatan
pola dominasi, stratifikasi dan ketidaksetaraan sosial yang sudah ada.