ABSTRAKUpaya pengentasan kemiskinan selalu menjadi salah satu indikator utama untuk menilai kinerja suatu pemerintahan di bidang kesejahteraan masyarakat. Persoalan kemiskinan di Indonesia terjadi di berbagai daerah, termasuk Kota Yogyakarta. Kompleksitas kemiskinan di Kota Yogyakarta bukan lagi mengenai rendahnya pendidikan. Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kemandirian dan pendapatan penduduk Kota Yogyakarta. Dalam melaksanakan program pengentasan kemiskinan, pemerintah Kota Yogyakarta mengamanatkan pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat BKM di tingkat Kelurahan di seluruh wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriftif. Didukung dengan diagram Ishikawa dalam analisa pemetaan tema-tema permasalahan dan SWOT untuk menyelaraskan pola-pola penyelesaian strategis. Penelitian ini difokuskan pada Kelurahan Sorosutan Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perencanaan yang dihasilkan dengan model top down , membuahkan hasil yang tidak sesuai harapan masyarakat. Memicu potensi maladministrasi dan korupsi pengelolaan program oleh pelaksana kegiatan. Karena ada unsur tidak transparan. Sebaliknya, dengan menggunakan model bottom up dan partisipatori, pelaksanaan program BKM menjadi sinergis dan memiliki siklus yang mutual. Hal ini karena kegiatan-kegiatan program BKM merupakan representasi dari kebutuhan masyarakat.
ABSTRACTPoverty alleviation has always been one of the main indicators to assess the performance of a government in the public welfare field. The issue of poverty in Indonesia occurred in various areas, including the Yogyakarta city. The complexity of poverty in the Yogyakarta city is no longer about the lack of education. The problem is how to increase the independence and income residents of the Yogyakarta city. In implementing poverty alleviation programs, Yogyakarta city government mandated the establishment of the Community Self Reliance BKM at the village level in the entire territory of the Yogyakarta city. This study uses descriptive qualitative method. Powered by Ishikawa diagram for themes mapping analysis and SWOT issues to aligned strategic patterns. This study focused on Sorosutan Village Umbulharjo District of Yogyakarta city. The results of this study revealed that the plan generated by the model of top down , produced results that do not match the expectations of society. Potentially maladministration and corruption in the management activities by program executor. Because there is no element of transparency. In contrast, using the model of bottom up and participatory, BKM be synergistic implementation of the program and have a mutual cycle. This is because the BKM program activities is a representation of the community needs.