Penelitian ini membahas karakteristik rumah tangga yang berpeluang menggunakan gas kota dengan model logit, serta membahas faktor-faktor yang mempengaruhi besaran pengeluaran rumah tangga untuk gas kota dengan regresi linier. Secara nasional kecenderungan rumah tangga untuk menggunakan gas kota sebesar 0,0066 kali jika menjadi pengguna LPG, 0,0031 kali jika menjadi pengguna minyak tanah, 3,7166 jika jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar, 1,3443 kali jika tinggal di Pulau Kalimantan dan 0,1770 kali jika tinggal di Pulau Maluku dan Papua. Berdasar kota yang memiliki jaringan gas kota, kecenderungan rumah tangga untuk menggunakan gas kota sebesar 0,0015 kali jika menjadi pengguna LPG, 0,0045 kali jika menjadi pengguna minyak tanah, 5,3126 jika jumlah anggota rumah tangga yang lebih besar, 6,6492 kali jika tinggal di Tarakan dan 0,2608 kali jika tinggal di Sidoarjo. Rumah tangga pengguna energi substitusi seperti energi listrik, LPG, kayu bakar dan arang secara negatif mempengaruhi pengeluaran untuk gas kota. Jumlah anggota keluarga mempengaruhi secara positif. Pengeluaran rumah tangga untuk gas kota dipengaruhi secara positif jika rumah tangga tinggal di pulau Maluku dan Papua, dan secara negatif jika tinggal di Pulau Nusa Tenggara. Proporsi pengeluaran rumah tangga untuk gas kota terhadap total pengeluaran energi lebih kecil 0,05 jika menjadi pengguna LPG, lebih kecil 0,06 jika menjadi pengguna kayu bakar, lebih kecil 0,06 jika menjadi pengguna arang, lebih kecil 0,08 jika menjadi pengguna BBM dan lebih besar 0,44 jika tempat tinggalnya berdinding tembok. Diperlukan kebijakan pemerintah dalam hal peningkatan persentase akses gas kota ke rumah tangga dengan meningkatkan jumlah sambungan rumah tangga khususnya Pulau Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua karena masih di bawah rata-rata nasional.
This study discusses the characteristics of households likely to use city gas with logit model, and discusses the factors that affect the amount of household expenditures for city gas by linear regression. The tendency of households to use city gas amounted to 0.0066 times if using LPG, 0.0031 times if using kerosene, 3.7166 if a larger household, 1.3443 times if staying on the Borneo island and 0,1770 times if staying on the island of Maluku and Papua. Based on the city which has city gas, the tendency of households to use city gas amounted to 0.0015 times if using LPG, 0.0045 times if using kerosene, 5.3126 if a larger household, 6.6492 times if staying in Tarakan and 0.2608 times if staying in Sidoarjo. The electricity, LPG, firewood and charcoal adversely affect household expenditures for city gas. The number of family members positively influence household expenditures for city gas. Household expenditure for city gas is influenced positively if households staying on the island of Maluku and Papua, and negatively if staying on the island of Nusa Tenggara. The proportion of household expenditure for city gas with the total energy expenditure decreases 0.05 if using LPG, then 0.06 decreasing if using firewood, then 0.06 decreasing if using charcoal, then 0.08 decreasing if using fuel oil, and 0.44 increasing if its house has brick walled. Government policy is required to improving access of city gas by increasing the number of household access especially in Nusa Tenggara Island, Sulawesi Island, Maluku Island, and Papua island which are still below from the national average.