Perlindungan terhadap kepentingan kreditor dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 semakin bertambah tegas. Hal ini dapat dilihat dari semakin tegasnya ketentuan yang mengatur persyaratan permohonan pernyataan pailit, yaitu pengertian utang yang luas; kreditor separatis dan preferen dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa melepaskan hak agunan yang dimiliki dan hak untuk didahulukan; kreditor dapat rnengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang, dan ketentuan tentang lembaga paksa badan (gijzeIing); actio pauliana.
Penelitian ini menjadi penting untuk menjawab beberapa penanyaan. Pertama, bagaimana perkembangan perlindungan terhadap kepentingan kreditor dan debitor dalam hukum kepailitan di Indonesia? Kedua, bagaimana sikap Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam usaha melindungi kepentingan kreditor, debitor, dan stakeholders? Ketiga, adakah persamaan dan perbedaan antara hukum kepailitan Barat dengan hukum kepailitan Islam yang melindungi kepentingan kreditor dan debitor? Keempat, bagaimana seharusnya Undang-Undang Kepailitan Indonesia di masa depan untuk melindungi kepentingan kredilor dan debitor?
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan perbandingan hukum. Metode yuridis normatif digunakan untuk menganalisis data yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan Pengadilan, serta filosofi perlindungan kepentingan kreditor dan debitor. Perbandingan hukum dilakukan untuk menelusuri persamaan dan perbedaan, dengan menekankan kepada perbandingan sistem hukum yang berbeda pada saat yang sama. Jika terdapat perbedaan istilah atau suatu masalah di antara beberapa sistem hukum, pembahasan menekankan kepada fungsi yang sama dari perbedaan itu. Secara khusus dilakukan perbandingan antara hukum kepailitan Islam dengan hukum kepailitan Barat, untuk mencari hal-hal yang belum terungkap sebelumnya, sebagai bahan-bahan untuk membentuk peraturan perundang-undangan pada masa yang akan datang (futuristic).
Secara substantif Undang-Undang Kepailitan pro kreditor. Hal ini dapat dilihat dari persyaratan permohonan pemyataan yang memudahkan debitor pailit. Penundaan kewajiban pembayaran utang cenderung melindungi kepentingan kreditor, karena jangka waktunya relatif singkat, proses perdamaian ditentukan oleh kreditor, dan terdapat peluang untuk membatalkan putusan perdamaian yang telah berkekuatan hukum tetap. Ketentuan tentang sita umum, actio pauliana, dan gijzeling semakin jelas pengaturannya. Namun, implementasinya Iebih berpihak kepada debitor. Buktinya adalah dari 572 permohonan pemyataan pailit ternyata yang dikabulkan kurang dari 50%, atau setiap tahun hanya terdapat sekitar 20 putusan pemyataan pailit. Penyebabnya antara lain pengaturan dalam Undang-Undang Kepailitan ditafsirkan berbeda dari yang dimaksudkan oleh pembentuk Undang-Undang, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dan putusan-putusan Pengadilan dan berkecenderungan Inkonsisten, pada akhirnya menjadi unpredictable. Di samping itu tidak ada peraturan pelaksananya sehingga menyulitkan penegakan Undang-Undang Kepailitan. Banyak persamaan amara hukum kepailitan Islam dengan Barat, sehingga mungkin sekali hukum kepailitan Islam dapat menjiwai pembaruan hukum kepailitan Indonesia, tanpa perlu memisahkan aturan kepailitan untuk menyelesaikan utang piutang yang muncul dari bisnis syariah dan bisnis konvensional.
Undang-Undang Kepailitan indonesia di masa depan seharusnya dibuat untuk melindungi kepentingan kreditor, debitor, dan kepentingan stakeholders. Untuk itu perlu mencantumkan persyaratan insolvency test dalam penyempurnaan Undang-Undang Kepailitan. Perubahan ketentuan penundaan kewajiban pembayaran utang sebaiknya mengacu kepada Chapter 11 Bankruptcy Code di Amerika Serikat, terutama untuk memberikan kesempaian kepada debitor tetap mengurus perusahaan (Debtor in Posssession). Pembebasan utang seharusnya diberikan kepada debitor perseorangan (natural person), yang mempunyai iktikad baik, jujur, dan bersedia bekerja sama selama kepailitan, namun ia tidak beruntung karena tidak dapat melunasi utang-utangnya.