Pada penelitian ini dikembangkan sistem sensor serat optik dengan cladding termodifikasi lapisan polianilin nanostruktur (nanoserat) untuk mendeteksi uap-uap kimia, meliputi uap amonia (NH3), asam klorida (HCl), metanol (CH3OH), dan uap aseton. Sensor serat optik yang dikembangkan didasarkan pada modulasi intensitas cahaya yang terpropagasi di dalam serat optik akibat perubahan sifat optik (indeks bias atau spektrum absorpsi) cladding modifikasi ketika berinteraksi dengan uap-uap kimia yang dideteksi. Polianilin nanostruktur (nanoserat) disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial) sistim dua fasa larutan organik/air (aqueous) dan dihasilkan polianilin dalam bentuk terprotonasi atau terdoping (emeraldine salt). Morfologi polianilin diuji dengan mikroskop elektron (SEM), diperoleh morfologi polianilin nanostruktur berbentuk nanoserat dengan diameter beberapa puluh nanometer. Sampel polianilin juga diuji kristalografi dengan difraksi sinar-X (XRD) dan uji spektroskopi FTIR yang mengindikasikan polianilin yang terbentuk adalah emeraldine salt. Uji sifat optik dengan spektrofotometer Vis-NIR memperlihatkan karakteristik spektra spesifik lapisan polianilin dan berubah ketika diberi perlakuan uap-uap kimia (amonia, metanol, aseton dan HCl). Polianilin nanostruktur diterapkan sebagai cladding modifikasi pada serat optik plastik sebagai cladding sensitif. Probe sensor serat optik diuji karakteristik responnya terhadap perlakuan beberapa uap kimia (amonia, HCl, metanol, aseton). Respon dinamik sensor serat optik berupa kurva siklus yang terdiri dari bagian respon dan bagian pemulihan (recovery),yaitu perubahan nilai transmisi intensitas cahaya yang melewati sensor serat optik terhadap waktu. Dari kurva respon ditentukan waktu respon dan waktu pemulihan (recovery) serta juga diketahui kemampuan balik (reversibility) dan kemampuan pengulangan (repeatability). Waktu respon sensor untuk semua uap yang diujikan cukup singkat, yaitu untuk uap amonia, uap asetón dan uap HCl dengan waktu sekitar 20 detik, sedangkan untuk uap metanol lebih lama yaitu sekitar 60 detik. Sebaliknya, waktu pemulihan (recovery time) untuk uap amonia sekitar 50 detik lebih lama dari pada untuk uap metanol (30 detik), uap asetón (10 detik) dan uap HCl (30 detik). Dari kurva siklus respon memperlihatkan kemampuan balik (reversibilitas) sensor yang cukup baik, khususnya untuk respon uap amonia, uap saetón dan uap HCl. Masing-masing siklus tidak memperlihatkan perubahan bentuk yang berarti. Responsivitas sensor terhadap uap kimia memperlihatkan nilai yang berbeda untuk masing-masing uap. Responsivitas terbesar diperoleh untuk uap amonia (1,4 %/detik), diikuti uap aseton (1,25%/detik), uap metanol (0,8 %/detik), dan paling kecil adalah untuk uap HCl (0,05%/detik). Sensor serat optik yang dirancang juga dapat merespon variasi tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan batas (limit) deteksi masing-masing, hingga tekanan beberapa puluh mmHg, yaitu 45 mmHg untuk uap amonia dan HCl, 10 mmHg untuk uap metanol dan uap aseton. Respon sensor juga memperlihatkan hubungan logaritmik antara intensitas transmisi terhadap tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan linearitas yang cukup baik. Sensitivitas sensor untuk masing-masing uap menunjukkan nilai yang berbeda. Sensitivitas paling baik diperlihatkan oleh sensor uap metanol (0,67 %/mmHg), disusul sensor uap aseton (0,33 %/mmHg), uap amonia (0,20 %/mmHg untuk L=2 cm dan 0,22%/mmHg untuk L=3 cm), dan uap HCl (0,15 %/mmHg).