Kegiatan sektor rite! di Jakta (khususnya shopping center) mengalami perkembangan yang cukup pesat selama sepuluh tahun terakhir, yang ditandai dengan peningkatan dalam jumlah pasok yang cukup tajam dari 225.000 m2 pada tahun 1980 menjadi 1,2 juta m2 pada tahun 1990?an. Dalam kurun waktu tersebut, periode 1990-1991 dan 1995?1996 merupakan periode yang paling aktif, dimana pada saat tersebut sekitar 100.000m2 dan 165.000m2 suplai ban untuk grade A dan B mulai memasuki pasar.
Pertumbuhan yang pesat ini, tak terlepas dari kedudukan kota Jakarta sebagai ibukota negara yang memiliki jumlah penduduk yang padat disertai dengan tingkat pendapatan penduduk per kapita per tahun yang tinggi. Selain itu, perkembangan tersebut juga ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, meningkatnya pendapatan masyarakat, daya tarik kenyamanan berbelanja, perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah atas di perkotaan yang cenderung memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern, serta kualitas produk yang lebih balk dengan harga yang relatif terjangkau.
Namun dengan terjadinya krisis ekononi pada awal pertengahan tahun 1997, banyak aspek keberuntungan dalam pasar properti seakan pergi, seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian Indonesia. Banyak pengembang yang menunda proyek?proyek yang tengah berjalan ataupun baru direncanakan bahkan adapula yang menjual proyek?proyek karena tidak tersedianya dana yang cukup akibat inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Beberapa rencana pembangunan pusat perbelanjaan yang ditunda sementara antara lain: Plaza Indonesia II, Conrad, Plaza Pasiflic, Plaza Cilandak, CaleƱa Jakarta, Plaza Modem, Mal Ciputra, Plaza Kasablanka, clan Mal Pondok Indah II.
Semasa pra?krisis, PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang menikmati kejayaan disektor properti. Berdasarkan business plan yang disiapkan pada masa itu, mereka merencanakan pembangunan sebuah pusat perbelanjaan lanjutan (mall extension) dengan sistem sewa dan salah satu pusat perbelanjaan ternama yang dikelolanya, yang terletak di daerah sekunder untuk masyarakat kelas menengah ke atas. Sebagian proyek pembangunan tersebut telah dimulai pada tahun 1997. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi, pembangunan proyek tersebut untuk sementra terpaksa diberhentikan.
Dengan memperhatikan perkembangan sektor ritel dan pra?krisis sampai sekarang, karya akhir ini membahas apakah proyek pembangunan pusat perbeianjaan xyz layak secara finansial untuk kembali dilanjutkan, mengingat diperlukannya suntikan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek tersebut.
Analisa keuangan dilakukan dengan melihat proyeksi free cash flow to equity dengan atau tanpa dana pinjaman selama lima belas tahun. Proyeksi cash inflows berasai dari pendapatan sewa, service charge dan pendapatan lainnya untuk pusat perbelanjaan. Sedangkan proyeksi cash outflows terdini dan biaya pembangunan, biaya operasiona, pajak dan capital expenditure. Pembuatan proyeksi tersebut didasani oleh beberapa asumsi umum yang berkaitan dengan vaniabel makroekonomi Indonesia dan asumsi khusus yang berkaitan dengan pusat perbelanjaan. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kelayakan investasi adalah berdasarkan metode Net Present Value, Internal Rate of Return dan Payback Period.
Adanya kemungkinan asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam proyeksi mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu, maka diperlukan suatu analisa sensitivitas yang merupakan analisa untuk melihat dampak dari perubahan-perubahan key variable proyek terhadap proyeksi arus kas.