Akhir tahun 2005 yang lalu, telah genap lima lahun usia implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia. Perubahan manajemen publik ini ditandai dengan adanya pengalihan kewenangan dan keuangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam jumlah yang sangat signifìkan. Selama lima tahun ini, terjadi peningkatan cukup drastis dari porsi anggaran dalam APBN yang harus didaerahkan.
Dari sisi keuangan daerah, aliran dana perimbangan ini relatif memiliki porsi yang sangat besar dalam APBD, khususnya APBD Kabupaten/Kota. Seiring dengan usaha pemerintahan daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, dampak desentralisasi fiskal telah memperburuk iklim investasi dengan munculnya berbagai Peraturan Daerah yang cenderung distorsif terhadap perekonomian.
Implementasi desentrasasi fiskal juga belum dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah kembali ke tingkat sebelum krisis ekonomi terjadi. Tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana dan pemerintah pusat juga membawa implikasi pentingnya pemerintah pusat membuat formulasi alokasi dana perimbangan yang lebih sederhana, transparan, dan efektif. Selain itu, pemerintah pusat hendaknya juga memperhatikan masalah distribusi pendapatan antar daerah mengingat besarnya potensi ketimpangan pembangunan antar daerah