Angka Kematian Bayi di Indonesia adalah 35/1000 kelahiran hidup berada di posisi keenam di negara Asean. Salah satu upaya yang efisien untuk menu-
runkan angka kematian tersebut adalah pemberian ASI eksklusif yang memperlihatkan tren yang menurun, pada tahun 1997, (40,2%), 2002 (39,5%) dan 2007
(32%). Artikel ini bertujuan mengkaji kebijakan pemerintah memenuhi hak anak terhadap ASI. Metode yang digunakan melakukan telaah berbagai studi ten-
tang kebijakan dan perundangan ASI di dunia dan di Indonesia,pada periode 2000-2007. Angka ASI eksklusif di dunia sangat bervariasi dan tidak berbanding
lurus dengan kemajuan suatu negara. Jepang dan Inggris adalah contoh negara maju dengan angka ASI eksklusif yang rendah. Susu formula, sosial budaya
dan wanita bekerja menjadi alasan pemakaian susu formula yang rendah. Di Indonesia, kasus balita gizi buruk pada tahun 1989, (75/10.000) dan pada tahun
2002 (70,3/ 10.000) memperlihatkan tren penurunan yang rendah. Meskipun manfaat ASI dirasakan oleh semua pihak, tetapi angka pemberian ASI masih
tergolong rendah, sementara pemasaran susu formula, sosial budaya, dan wanita bekerja tidak mendukung pemberian ASI. Di Indonesia hanya ada 2 kepu-
tusan menteri kesehatan (237/1997 dan 450/2004) yang mengatur pemberian ASI. Kebijakan yang ada belum mampu mengatasi angka pemberian ASI yang
rendah. Disarankan untuk meningkatkan status hukum kebijakan yang ada dan mengupayakan peningkatan komitmen.
Infant mortality rate in Indonesia (35/1000 life birth) is one of the poorest (ranked number six) among ASEAN countries. One known efficient measure for re-
ducing the infant mortality rate is exclusive breast feeding (EBF) which in fact showing a decreasing trend (40.2% in 1997, 39.5% in 2002 and 32.0% in 2007).
The objective of this article is to evaluate government policy regarding the fulfillment of child?s rights to get adequate breastfeeding. The method used is by
literature review of studies about breast feeding policy and regulations in the world and in Indonesia, during the period of 2000-2007. The EBF rates in the
word are varied and not related to the developmental level of the country. Japan and England are examples of developed countries with low EBF rate. Formula
milk, sosio-cultural, and working women are the most reasons of the low rate of EBF. In Indonesia, the cases of malnutrition among children under five years
in 1989 (75/10.000) and in 2002 (70, 3/ 10.000 showed a decreasing trend. Although the benefit of the breastfeeding is known by almost all people, but the
EBF rate is still low. Meanwhile, formula milk marketing, sosio-cultural aspects, and the phenomenon of increasing number of working women do not support
EBF. In Indonesia, there are only two ministry regulations (237/1997 and 450/2004) that regulated EBF. The existing policies are not strong enough to solve
the problem of low EBF rate. It is suggested to improve the legal aspects including policy and regulations as well as improvement in government commitment
to support EBF.