Entikong, salah satu daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia, merupakan daerah yang merespon krisis ekonomi secara berbeda dari sebagian besar daerah di tempat lain. Jika sebagian besar wilayah negara Indonesia mengalami 'kebangkrutan' akibat krisis ekonomi, sebaliknya, masyarakat di daerah perbatasan ini justru meraup keuntungan. Masyarakat Entikong justru menginginkan tetap berlangsungnya krisis ekonomi, karena hal itu membuat semakin bergairahnya kehidupan mereka. Harga jual komoditi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan keperluan barang sehari-hari melalui lintas batas antarnegara relatif tinggi. Hal itu terjadi karena selisih kurs yang sangat tinggi. Bahkan, harga barang yang dibeli dari warga negara Indonesia jauh lebih murah daripada harga barang yang sama di Malaysia. Faktor itulah yang mengakibatkan masyarakat Malaysia bersedia membeli barang-barang Indonesia. Faktor pendukung dari keuntungan masyarakat Entikong itu berkaitan dengan fasilitas sarana dan prasarana di Entikong yang relatif memadai. Warga Indonesia atau warga Malaysia tidak terlalu sulit mencapai garis perbatasan sebagai titik pertemuan mereka untuk melakukan interaksi. Selain itu, tingkat ekonomi warga Malaysia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi warga Indonesia. Warga negara Indonesia pun mampu menawarkan komoditi dengan kualitas yang tidak terlalu rendah dan harga bersaing dengan barang-barang yang diperjualbelikan di Malaysia. Bahkan, tingkat harganya sangat rendah dipandang dari sudut kacamata ekonomi Malaysia.