Sulawesi Tengah acapkali digambarkan sebagai wilayah yang secara agamawi 'mudahtersulut', yang terletak secara geografis dan sosial di antara propinsi Sulawesi Selatan yang mayoritas Islam dengan propinsi Sulawesi Utara yang mayoritas Kristen. Bahkan, sejak awal abad keduapuluh, kolonial Belanda telah memilah penduduk dataran tinggi yang animis dan potensial untuk menjadi pemeluk agama Kristen dari penduduk dataran rendah beragama Islam. Sesudah Perang Dunia II, wilayah itu mengalami arus pemberontakan Kahar Muzakar dan Permesta dari arah selatan dan utara Sulawesi yang berkerangka keagamaan...[...] Berdasarkan temuannya bahwa persaingan-persaingan religi tidaklah terlalu penting, bahkan ada toleransi serta perkawinan campuran, dan kompetisi untuk perolehan sumberdayalah yang terjadi di antarapenduduk lama dengan pendatang baru di kota atau daerah transmigrasi, maka ia mempertanyakan sejauh manakah konflik yang terjadi merupakan konflik agama atau bahkan 'etnis'? Kemiripan dalam sejumlah aspek agama Kristen dan Islam, toleransi timbal balik ,dan kesamaan sejarah sosial-ekonomi yang umumnya kurang dinilai penting, dikaji penulisnya sebagai usaha awal untuk memahami konflik, dan sebagai sumbang saran untuk meningkatkan keharmonisan dan kesejahteraan sosial di Sulawesi Tengah di masa datang.