Tulisan ini membahas masalah organisasi sosial masyarakat adat desa 'Udu Worowatu,suku bangsa Keo di Kabupaten Ngada, Flores Tengah. Keunikan masyarakat ini terlihat dari sistem penataan stratifikasi sosialnya yang merujuk pada tiang rumah adat (deke) dan jenis keranjang adat (wati, gata, mboda) yang lazim digunakan untuk menghitung berat sumbangan wajib berupa nasi atau jagung pada saat penyelenggaraan suatu upacara adat. Setiap individuatau kelomppok telah memahami status masing-masing, baik sebagai pemangku tiang depan atau belakang, tiang timur atau barat, keranjang kecil (wati), keranjang menengah (gata) atau pun keranjang besar (mboda). Rujukan pada tiang (deke) dan keranjang (wati, gata)itu menyiratkan pula tatanan sosial setiap individu atau kelompok, baik sebagai pemimpin adat atau anggota biasa. Sistem pemerintahan desa yang secara seragam diterapkan di seluruh Indonesia berdasarkan UU no. 5 1979 dengan segala perangkatnya, merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap khasanah adat dan budaya lokal. Pemilihan dan pengangkatan perangkat pemerintahan desa yang tidak mempertimbangkan tatanan sosial adat itu telah memarjinalisasikan para pemimpin adat. Hal itu merupakan penerapan sistem sibernetik yang akhirnya bermuara pada kepemimpinan tanpa wibawa, tetapi yang memerintah secara otoriter, dan yang dapat menyebabkan kegagalan pelbagai proyek pembangunan.