ABSTRAKLikuiditas dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang sangat erat,
karena pada umumnya pertumbuhan suatu perusahaan selalu diimbangi
atau dibarengi dengan menurunnya tingkat likuiditas. Di kalangan
para ahli keuangan tampaknya terdapst suatu kesepakatan yang konser
vatif, bahwa pertumbuhan aktiva tak lancar dan aktiva lancar
permanen sebaiknya dibiayai dengan modal sendiri atau pinjaman
jangka panjang. Sedang aktiva lancar yang berfluktuasi pada dan
di atas batas tertinggi trend aktiva lancar permanen sebaiknya
dibiayai de!1gan pinjaman jangka pendek.
Obyek perturnbuhan biasanya direpresentasikan oleh aktiva tak
lancar, aktiva non-finansial atau aktiva non-kas. Sejalan d~ngan
pendekatan ini, paling tidak terdapat tiga model pertumbuhan,
yaitu pertumbuhan dalam salah satu dari tiga kelompok aktiva
tersebut. Sejalan dengan model tersebut, likuiditas operasional
juga dapat direpresentasikan oleh sa.lah satu dari tiga model
likuiditas, yakni Lokuiditas Operasional - Aktiva Tidak Lancar,
Likuiditas Operasional - Aktiva Non Finansial atau Likuiditas
Operasional - Aktiva Non Kas.
Yang menjadi pertanyaan adalah, dari ketiga model ini, konsep
mana yang paling ideal dan ukt1ran apa yang dapat digunakan untuk
memutuskan bahwa konsep yang satu relatif lebih unggul dari
konsep-konsep lainnya. Vntuk itu perlu dikembangkan model-model
hubungan antara pertumbuhan dan likuiditas. Dengan menggunakan
model regresi sederhana, maka coefficient of determination atau
lazim dikenal sebagai R2 , dapat dijadikan ukuran untuk menilai
apakah konsep yang satu lebih unggul dari konsep lainnya.
Indikator yang paling jelas dari pertumbuhan suatu perusahaan
antara lain adalah pendapatan atau penjualan. Oleh karena itu,
ukuran pertumbuhan dan peningkatan likuiditas relatif dapat
dinyatakan sebagai persentasi dari penjualan. Dengan perkataan
lain, pe~tumbuhan dan peningkatan likuiditas relatif periode
kedua dinyatakan sebagai persentasi dari penjualan periode kedua.
Dalam tulisan ini dilakukan analisa berdasarkan tiga model pendekatan
seperti tersebut di atas, dirnana berdasarkan pembuktian
hipotesa dan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa sepanjang
coefficient of determination atau R~ cukup berarti, ketiga model
tersebut yaitu model Likuiditas Operasional - Aktiva Tak Lancar,
Aktiva Non Finansial dan Aktiva Non Kas, dapat saling mengisi dan
sangat berguna sebagai sarana analisa dan evaluasi.
Pembuktian hipotesa serta analisa atas laporan-laporan keuangan
PT BAT Indonesia menunjukkan bahwa hubungan antara konsep-konsep
likuiditas yang tradisional dan perturnbuhan ternyata menghasilkan
yang tidak berarti. Temuan ini merupakan konf irmasi lebih
lanjut terhadap studi Ernst (1984).
Sementara itu dapat diduga bahwa perubahan sisa laba tidak
mempunyai korelasi dengan pertumbuhan, karena kebijakan dividen
banyak tergantung pada faktor lain, seperti pengaruh pemegang
saham mayoritas misalnya. Oleh karena itu, model-model tersebut
dapat dipergunaka n sebagai sarana analisa ataupun prediksi, sepanjang
tetap dibarengi dengan kemampuan manajemen untuk rnengakomod
asikan faktor-faktor luar yang sering tidak bersifat kuantitatif.