ABSTRAKKrisis ekonomi yang berlanjut kepada krisis multi dimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tidak hanya memberikan kesulitan, tetapi juga pelajaran yang berharga bagi banyak perusahaan di Indonesia. Tata kelola perusahaan yang baik dan tuntutan akan pentingnya manajemen risiko merupakan suatu keharusan yang mutlak akan keberlangsungan suatu perusahaan (going concern). Terkait dengan manajemen risiko tersebut, risiko perubahan nilai tukar merupakari 'trigger' dari krisis ekonomi dan banyak perusahaan yang tidak siap menghadapi hal tersebut. Ilmu Ekonomi yang menegaskan bahwa mekanisme pasar memang lebih banyak ditentukan oleh permintaan dan penawaran memang terbuktikan. Intervensi pemerintah untuk mengatur nilai tukar USD/IDR yang selama bertahun-tahun dilakukan pada akhimya memang seperti bom waktu yang tinggal menunggu saatnya saja. Intervensi untuk selalu menjaga nilai tukar dengan mendepresiasi nilai mpiah terhadap USD diterima oleh pemsahaan sebagai jaminan dan kepastian, sehingga lindung nilai terhadap nilai tukar pada saat itu lebih dipandang sebagai pengeluaran biaya yang tidak perlu.
Begitu pula bagi PT Astra International yang memiliki banyak pinjaman dalam mata uang asing, depresiasi rupiah otomatis akan meningkatkan kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjamannya. Meskipun sempat terseok-seok dan mengalami gagal bayar (default) namun perusahaan akhimya mampu untuk mencapai kesepakatan dengan para krediturnya untuk merestrukturisasi pinjamannya. Meskipun banyak aturan dan pembatasan-pembatasan akibat dari restrukturisasi tersebut, namun perusahaan akhimya mampu untuk bangkit dari keterpurukan, menata kembali bisnisnya, menerapkan good corporate governance dan manajemen risiko yang baik. Hasil nyata dari segala keseriusan tersebut adalah tercermin dari laba bersih perusahaan, dari mengalami kerugian Rp 1.8 triliun pada tahun 1998 hingga mencapai Iaba bersih sebesar Rp 4.4 triliun (yang merupakan laba tertinggi perusahaan).
Keberhasilan Astra keluar dari krisis ekonomi dan menjadi perusahaan yang sehat merupakan suatu yang menarik untuk dipelajari. Dengan beragam bisnis dari anak-anak perusahaan dan pinjaman yang besar dalam mata uang asing, pengelolaan risiko (risk management) yang baik merupakan hal yang sangat penting.
Pemikiran yang menganggap pengelolaan risiko melalui instrument-instrument lindung nilai hanya merupakan biaya dan spekulasi harus dirubah. Risiko memang suatu ketidakpastian, sehingga untuk mengurangi risiko tersebut memang dibutuhkan biaya. Meskipun tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan, tetapi pemilihan tingkat risiko yang dapat diterima sesuai dengan 'risk appetite' dan kemampuan perusahaan akan membatasi perusahaan dari kerugian yang lebih besar atau kebangkrutan.
Dengan risiko yang beragam dan keterbatasan pilihan produk-produk lindung nilai yang ada, Astra Intemational membuktikan mampu dengan baik mengelola risiko nilai tukar dan suku bunga. Bagaimana Astra dapat mengelola risiko nilai tukar dan suku bunga dengan baik selama tahun 2003 dan bagaimana jika perusahaan melakukannya dengan rnenggunakan teknik lindung nilai yang lain? . Tulisan ini memang merupakan analisa dari past performance data. Namun dari situ penulis mengharapkan dapat mengambil pelajaran dari bagaimana Astra mengelola risiko nilai tukar dan suku bunga selama tahun 2003 dan memberikan gambaran jika perusahaan melalukan dengan teknik Iindung nilai yang lain; sehingga dapat diambil benang merah tentang pengelolaan risiko yang baik dimasa depan.