ABSTRAKIndustri serat sintetis memegang peran strategis dalam industri tekstil Indonesia karena industri serat sintetis merupakan penyuplai utama bahan baku (serat sintetis) bagi industry tekstil nasional yang adalah penghasil devisa terbesar dari sektor non-migas dan sekaligus penyerap tenaga kerja terbesar (1 ,2 juta orang pada tahun 2001 ). Berbeda dengan sektor-sektor lain dalam industri tekstil yang bersifat padat karya, industri serat sintetis bersifat padat modal dan teknologi. Industri serat sintetis Indonesia memproduksi Polyester Staple Fiber, Polyester Filament Yarn, Nylon Filament Yam dan Viscose Rayon Staple Fiber. Indonesia termasuk 10 besar negara penghasil serat sintetis di dunia. Sekitar 70% dari total produksi industri serat sintetis Indonesia dikonsumsi oleh industri pemintalan benang dan penenunan kain di dalam negeri dan sisanya diekspor ke berbagai negara terutama Cina, Hongkong, India, Uni Eropa,
Amerika Serikat, dan lain-lain. Sebagian bahan baku dan hampir seluruh teknologi yang digunakan masih diimpor. Seluruh perusahaan di dalam industri serat sintetis Indonesia merupakan perusahaan swasta dan pemain utamanya umumnya berasal dari Jepang, Korea, India, dan Austria. Struktur industri ini adalah oligopoli dengan jumlah pemain hanya 23 perusahaan, namun 2 perusahaan telah menghentikan produksinya karena bangkrut dan bermasalah dengan masyarakat di sekitamya.
Permasalahan yang diteliti di dalam Karya Akhir ini adalah bagaimana prospek industry serat sintetis Indonesia pasca penghapusan kuota tekstil tahun 2005 dan apa yang harus dilakukan pemerintah untuk industri serat sintetis Indonesia dalam menghadapi'pengaruh global. Penulis menggunakan pendekatan analisis industri, perdagangan intemasional, dan manajemen strategik dalam menganalisa permasalahan di dalam Karya Akhir ini.
Dari analisis yang dilakukan dengan memakai pendekatan-pendekatan tersebut di atas, disimpulkan bahwa prospek industri serat sintetis Indonesia setelah penghapusan kuota tekstil tahun 2005 adalah baik, asalkan pemerintah Indonesia dan perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut mampu memilih dan melaksanakan strategi-strategi yang tepat bagi perkembangan industri ini sesuai denga:n peran masing-masing.
Perusahaan perlu melakukan alimsi strategis untuk memperkuat posisi di pasar lokal maupun internasional, memfokuskan produksi pada produk bernilai tinggi karena produk Cina umumnya bersifat komoditi, memperluas cakupan pasar ekspor, melakukan operasi global dengan melakukan FDI di negara-negara lain, terutama Cina atau Vietnam, untuk meningkatkan efisiensi dan mendekatkan fasilitas produksi kepada pelanggan di negara lain, memanfaatkan peluang yang timbul dari relokasi industri tekstil dan pakaian ke Cina dan Vietnam dan tneningkatkan posisi perusahaan dalam persaingan global.
Masalah-masalah utama yang dihadapi industri serat sintetis Indonesia adalah persaingan yang semakin tajam di pasar lokal dan internasional, penurunan konsumsi serat sintetis di dalam negeri sejak tahun 1998, maraknya penyeludupan pakaian dan tekstil, lemahnya daya beli masyarakat Indonesia, buruknya iklim investasi di Indonesia, harga energi dan tenaga kerja di Indonesia semakin mahal, Pajak Penerangan
Jalan atas mesin genset yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah, industri bahan baku (terutama Paraxylene dan MEG) dan industri mesin tekstil belum berkembang di Indonesia, biaya THC sangat mahal, kwalitas tenaga kerja Indonesia masih rendah dan peningkatan kemampuan teknologi sulit karena tergantung pada impor. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan daya saing industry serat sintetis Indonesia dalam menghadapi pengaruh global, diperlukan kerjasama yang saling melengkapi (complementary) antara industri serat sintetis Indonesia dan Pemerintah Indonesia.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang melarang impor pakaian bekas dan berusaha memberantas penyeludupan pakaian, namun pakaian bekas masih beredar di pasar. Supaya larangan itu lebih efektif, pemerintah perlu menindak tegas pengimpor dan pedagang pakaian bekas sambil mengkampanyekan perlunya membeli produk dalam negeri. Pemerintah juga telah berusaha memperbaiki iklim investasi dengan meningkatkan keamanan, menurunkan suku bunga perbankan, memperkuat nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, dan memperbaiki peraturan ketenagakerjaan, namun investasi (FDI maupun lokal) terus menurun. Daya beli masyarakat juga semakin menurun akibat kenaikan harga BBM dan listrik.
Pemerintah berperan penting untuk mendukung peningkatan daya saing industri serat sintetis Indonesia dalam menghadapi pengaruh global dengan cara meningkatkan daya beli masyarakat, memperbaiki iklim investasi dengan menegakkan hukum, membatalkan peraturan yang menghambat investasi misalnya peraturan Pajak Penerangan Jalan atas mesin genset, dan menurunkan suku bunga pinjaman agar kompetitifterhadap Cina, Vietnam dan Thailand.
Transfer teknologi ke dalam industri serat sintetis perlu difasilitasi pemerintah dengan mengadakan persyaratan transfer teknologi, kewajiban pembayaran dana riset tekstil dan persyaratan local content dalam peraturan investasi di seluruh sektor industri tekstil Indonesia dan membangun pusat penelitian tekstil nasional yang profesional dan independen.
Kwalitas sumber daya manusia harus ditingkatkan dengan mengarahkan sistem pendidikan nasional agar berorientasi pada penciptaan tenaga terampil dan ahli di bidang-bidang yang sesuai dengan kebutuhan industri serat sintetis yaitu teknik pertekstilan, teknik kimia, teknik mesin, hukum perdagangan intemasional, dan kebutuhan seluruh sektor dalam industry tekstil nasional dari yang paling hulu (bahan baku dari petrokimia) sampai ke paling hilir (fashion).