ABSTRAKPersetujuan DPR untuk penerapan Undang-undang MIGAS pada November 2001 memberikan dampak berarti badi industri minyak dan gas alam di Indonesia. Perubahan berarti dituntut dari Pertamina untuk berubah dari BUMN menjadi perusahaan persero yang mandiri dan berorientasi mencari keuntungan. Undang-undang tersebut juga menyatakan pintu untuk investor asing akan dibuka lebar, dalamjangka waktu 4 tahun, untuk industri hilir minyak bumi. Jika iklim investasi di Indonesia terjaga kestabilannya, pada tahun 2005 diharapkan ada aliran investasi masuk untuk kegiatan perdagangan maupun produksi hilir minyak bumi termasuk pelumas dan bahan bakar minyak (BBM).
Kendala lain dalam industri hilir minyak bumi, terutama BBM, adalah subsidi pemerintah. Subsidi produk BBM diberikan pemerintah untuk meringankan beban rakyat tetapi menjadi beban berat bagi pemerintah karena Indonesia telah menjadi net importer minyak bumi. Harga jual BBM yang disubsidi menjadi lebih rendah daripada harga jual di pasar intemasional. Sehingga, sulit bagi investor swasta bersaing di pasar karena harga jual yang tidak wajar. Untuk mengurangi beban pemerintah, subsidi BBM dikurangi secara bertahap hingga BBM bisa dijual dengan harga yang wajar. Pada saat itu, diharapkan investor bersedia menanamkan modal untuk perdagangan produk BBM di Indonesia.
Monopoli Pertamina saat ini tidak memberikan pilihan bagi konsumen BBM perorangan untuk memilih produk. Selain itu, Pertamina juga mengatur dan membatasi jumlah Stasium Pompa BBM Umum (SPBU) sehingga kompetisi antar SPBU juga tidak terlalu tinggi. Tetapi konsumen mengharapkan perkembangan kualitas layanan SPBU. Hasil survei menunjukkan bahwa konsumen cenderung memilih SPBU yang memiliki peralatan yang lebih baru. Untuk mengetahui harapan konsumen akan kualitas layanan SPBU, penelitian ini dirancang untuk mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi persepsi konsumen.
Informasi mengenai faktor-faktor utama diperoleh dengan melakukan survei melalui kuesioner kepada sekitar 300 responden. Responden yang dipilih adalah karyawan yang bekerja di kawasan segi tiga emas Jakarta. Pemilihan responden ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kebanyakan kendaraan pribadi di Jakarta dimiliki kaum pekerja yang terpusat di kawasan segi tiga emas. Selain mengkaji faktor-faktor utama, kuesioner juga diarahkan untuk melihat pola konsumsi BBM. Pengkajian kebiasaan konsumen dalam melakukan pengisian BBM akan berguna bagi pengelola SPBU untuk menentukan system operasi yang sesuai dengan kebiasaan konsumen.
Hasil analisis menunjukkan ada lima (5) faktor yang dianggap penting oleh konsumen yaitu: lokasi yang strategis, 'tangibility', produk BBM, produk non-BBM dan kenyamanan konsumen. Analisis lanjut dilakukan untuk melihat kesenjangan (gap analysis) antara harapan konsumen dengan kualitas layanan yang diterima konsumen. Secara umum, persepsi konsumen tidak menunjukkan kesenjangan berarti antara harapan dengan layanan yang diterima. Data yang berhasil dikumpulkan juga menunjukkan konsumen lebih suka mengisi BBM pada sore atau malam hari. Selain itu konsumen juga cenderung mengisi tangki BBM hingga penuh setiap kali mengisi atau mengisi BBM senilai RP. 50.000,-.
Hasil analisis juga menunjukkan tantangan terbesar SPBU saat ini adalah memberikan layanan yang andal dan nyaman terhadap konsumen. Tantangan ini sekaligus menjadi saran bagi para pelaku industri SPBU seperti Pertamina, pengelola SPBU swasta nasional dan investor asing yang akan masuk. Hasil penelitian juga menunjukkan konsumen BBM di Jakarta memiliki keinginan untuk mencoba merek atau produk baru. Perilaku ini sebaiknya disiasati oleh setiap pihak yang terlibat dalam industri ini atau menjadi sinyal untuk tidak segan melakukan perubahan dalam penyampaian produk dan layanan.