ABSTRAKDalam beberapa tahun ini, telah bermunculan bank-bank syariah baru yang menerapkan prinsip syariah selain Bank Muamalat Indonesia yang merupakan pelopor bank syariah. Tercatat antara lain, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank lfl Cabang Syariah, Bank Bukopin Cabang Syariah, BII Syariah, Bank Danamon Syariah dan BRI Syariah, telah mulai beroperasi di sektor perbankan syariah Indonesia.
BMI, yang pada awalnya merupakan pemain tunggal di pasar perbankan syariah sejak tahun 1992, kini mempunyai telah berhadapan dengan sedikitnya 7 kompetitor diperkirakan akan makin banyak bank-bank lain yang akan masuk ke industri perbankan syariah ini. Jika dulu BMI dengan mudah memposisikan dirinya sebagai bank Islam atau banknya ummat Islam melalui penerapan konsep syariah, saat ini kemudahan tersebut tidak akan bisa dinikmati lagi. Kini BMI harus bersaing dalam berebut mind share dan market share. Tak ketinggalan pula pemain baru seperti BSM atau pun BNI Syariah dan juga bank-bank syariah lainnya juga menghadapi tantangan yang sama.
Dalam menghadapi perubahan peta persaingan tersebut, BMI kemudian memposisikan dirinya melalui penetapan positioning statement yang berbunyi "Pertama Murni Syariah". Kalimat itu merupakan cerminan strategi positioning yang berupaya mempertegas kembali eksistensi BMI sebagai bank yang sesuai syariah dan bersih dari unsur riba, paling murni dalam penerapan dan pengoperasian konsep syariah sekaligus bank yang paling berpengalaman karena merupakan pionir di sektor perbankan syariah Indonesia. Hal itu didasari pada status BMI sebagai entitas keuangan syariah yang berdiri sendiri, tidak bercampur dengan praktek pengelolaan bank konvensional. Serta modal dasar pendirian perusahaan-yang berasal dari pemerintah dan masyarakat, bukan dana dari lembaga keuangan konvensional. Namun positioning tersebut masih perlu diuji kinerjanya ketika berhadapan dengan entitas keuangan syariah yang berdiri sendiri seperti BSM. Bank yang dilahirkan oleh Bank Mandiri tersebut, yang notabene perusahaan induknya ini, praktis hanya berbeda dari segi proses pendirian saja dengan BMl Maka dengan asumsi dan hipotesa yang ada, maka dilakukanlah penelitian ini untuk mengetahui gambaran yangjelas tentang karakteristik kedua bank tersebut.
Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa memang BMI dan BSM merupakan pemain yang head-to-head dalam perebutan pasar, karena memiliki dan membidik segmentasi pasar yang sama dari segi demografis. Lebih spesifik lagi, berdasarkan karaktersitik status social ekonomi dan komposisi usia nasabah masing-masing bank tersebut, baik BMI dan BSM membidik segmen masyarakat kelas menengah yang masih produktif (21-50 tahun).
Temuan selanjutnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara persepsi antara nasabah BMI dan BSM terhadap citra merek masing-masing bank yaitu BMI memiliki indeks tingkat persepsi yang lebih tinggi dari BSM pada semua komponen citra merek baik pada dimensi emosional dan rasional. Namun menurut nasabah masing-masing, representasi citra merek antara BMI dan BSM sedikit berbeda. Citra merek BSM hanya tercermin lewat dimensi rasional saja yang diwakili oleh tiga komponen citra yaitu (i) bank yang lebih adil (fair) dan transparan, (ii) kualitas dan reputasi bank yang baik. Dan terakhir, (iii) kinerja pertumbuhan bank yang sangat baik Sedangkan BMI, hampir merefleksikan seluruh komponen citra merek yang ada pada dimensi emosional dan resional. Hanya citra sebagai bank yang memiliki kinetja pertumbuhan sangat baik saja (dimensi rasional) yang tidak tercermin dari BMI.
Sedangkan mengenai persepsi nasabah BMI dan BSM terhadap variabel kualitas layanan masing-masing bank diperoleh hasil, bahwa secara keseluruhan tingkat kualitas pelayanan BMI lebih unggul atas BSM. Lalu apabila ditinjau berdasarkan dimensi kualitas layanan, BMI juga unggul di sebagian besar dimensi yaitu dimensi tangibles, dimensi responsiveness, dan dimensi emphaty. Pada kedua dimensi lainnya yaitu reliability dan assurance, kualitas pelayanan kedua bank cenderung seimbang. Keunggulan kualitas Iayanan BMI direfleksikan oleh komponen-komponen kualitas yang tersusun atas 4 faktor yaitu (i) faktor jaminan kepercayaan, (ii) faktor fasilitas dan suasana religius, (iii) faktor kepedulian, dan (iv) faktor ketrampilan teknis perbankan.Sementara itu kualitas layanan BSM direfleksikan oleh 6 faktor antara lain (i) faktor perhatian, (ii) faktor fasilitas, (iii) faktor ketrampilan, (iv) faktor ketentraman, (v) faktor kecepatan pelayanan, dan (vi) faktor suasana religius. Dari semua faktor tersebut, faktor kecepatan pelayanan adalah faktor yang tidak mewakili kualitas layanan BMI. Sedangkan BSM kurang menonjol dari faktor jaminan kepercayaan.
Sementara itu, temuan yang cukup penting adalah bahwa dalam memilih merek bank, ternyata faktor-faktor non agama (rasional) justru lebih kuat dibandingkan dengan faktor yang terkait dengan agama (emosional). Faktor agama yang berpengaruh bagi konsumen untuk beralih perilaku adalah faktor menghindari riba.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disimpulkan bahwa positioning BMI melalui pernyataan "Pertama Mumi Syariah", yang lebih menonjolkan dimensi emosional, tampaknya terlalu "sempit'' dibandingkan dengan keunggulan yang dimiliki oleh BMI sendiri. Dalam jangka waktu 2-3 tahun ke depan ketika pasar perbankan syariah sudah established, positioning tersebut juga menjadi kurang efektif dalam kompetisi. Hal ini karena faktor-faktor non agama seperti jaminan keamanan, reputasi, profesionalisme, dan kualitas pelayanan akan lebih dominan menentukan persaingan antar bank syariah di Indonesia.