ABSTRAKPenelitian ini fokus bagaimana hukuman qisas dan diyat memberikan alternatif penyelesaian konflik yaitu pembalasan yang setimpal, pemaafan, dan keadilan restoratif. Dalam hukum pidana Islam terdapat suatu metode penyelesaian perkara kejahatan yaitu metode perdamaian shulh . Metode ini baik korban atau ahli waris diperbolehkan untuk mengadakan perdamaian dalam hal penggantian hukuman dengan membayar diyat. Keadilan restoratif merupakan salah satu pendekatan dalam penghukuman yang melibatkan proses pengembalian kondisi sebelum terjadinya pelanggaran dengan melibatkan pelaku kejahatan, korban dan masyarakat. Model ini menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung para pihak terkait serta masyarakat perihal proses mengakhiri konflik. Sejalan dengan upaya penyelesaian konflik yang mempromosikan perdamaian sebagai penyelesaian yang humanis. Pembalasan setimpal tentu bukan alternatif yang memenuhi kriteria tersebut, namun melalui pemaafan dan diyat terdapat kemungkinan perdamaian dapat terwujud kepada korban, pelaku juga masyarakat. Pemaafan adalah konsep yang memiliki implikasi filsafat, teologi dan psikologi. Hal ini sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu semangat musyawarah untuk setiap permasalahan pidana tujuannya bahwa hukum pidana merupakan obat terakhir ultimatum remedium obat terahir bukan sebagai premium remedium obat utama .
ABSTRACTThis research focuses on how qisas and diyat has three alternative conflict resolutions. The alternatives are retaliation, forgiveness, and restorative justice. In the tradition of Islamic criminal law there is a method of settlement, namely method of peacemaking shulh . In the shulh both the victim or the family will be allowed to make peacemaking in terms of punishment, in return for a replacement is equal or greater than the blood money. Restorative justice is an approach model in a criminal case settlement effort. These approach focuses on the direct participation of perpetrators, victims and society in the process of resolving criminal case. In line with efforts to promote peacemaking conflict where resolution as peaceful and humane solution. Retaliation in kind is certainly not an alternative that meets the criteria but through forgiveness and blood money, peacemaking is possible can be realized between the victim, offender and community. Forgiveness is the concept have implications to philosophy, theology and psychology. This things appropriate with Indonesian characteristics that the spirit of deliberation for every crime case settlement with the aim that criminal law is not as a premium remedium but ultimatum remedium.