ABSTRAKNama:Bartho Nahot BanjarnahorNPM:15067800001Program Studi:Magister HukumJudul:Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Dengan Alasan Pelanggaran Berat Pasca Putusan MK No. 12/PUU-I/2003Sebelum lahirnya putusan MK No. 12/PUU-I/2003, pelanggaran berat atau tindak pidana yang dilakukan pekerja dalam hubungan industrial dapat langung dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah pengusaha memiliki bukti-bukti yang cukup, akan tetapi Putusan MK No. 12/PUU-I/2003 menyatakan Pasal 158 UU 13 Tahun 2003 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Permasalahan dalam tesis ini adalah : 1 bagaimana praktek penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja dengan alasan kesalahan berat diperusahaan anggota DPN Apindo, pengalaman serikat pekerja/serikat buruh, dan perspektif pemerintah sebagai regulator pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-I/2003, 2 . bagaimana perusahaan mengatur pemutusan hubungan kerja apabila terjadi kesalahan berat eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan di dalam perusahaan, setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-I/2003, dan 3 . Bagaimana putusan Mahkamah Agung menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja dengan alasan kesalahan berat pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/PUU-I/2003 tersebut. Untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut, tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan Perusahaan Anggota DPN Apindo terdapat perusahaan yang mengatur pelanggaran berat dalam ketentuan internal maupun yang tidak mengatur, pemerintah sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran untuk pelaksanaan Putusan MK ini, sedangkan bagi buruh PHK tidak sejalan dengan Konstitusi. Hasil lainnya adalah, perusahaan anggota DPN Apindo menyelesaikan pemutusan hubunga kerja eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan dengan proses bipartit yang jika tidak sepakat, sebahagian menggunakan mekanisme UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan sebahagian lain menggunakan pendekatan pidana, akan tetapi juga ada perusahaan yang langsung menggunakan pendekatan pidana tanpa perundingan bipartit. MA memutus perkara PHK pelanggaran berat dengan memperhatikan ketentuan internal perusahaan.
ABSTRACTName Bartho Nahot BanjarnahorStudent Number 15067800001Program Magister of LawJudul Settlement of Termination of Employment Dispute With the Reason of Grave Wrongdoings after the Constitutional Court Decision No. 12 PUU I 2003Before the decision of the Constitutional Court No. 12 PUU I 2003, grave wrongdoings or criminal acts committed by workers in industrial relations can be directly terminated after the employer has sufficient evidence, but the Constitutional Court Decision No. 12 PUU I 2003 states that Article 158 of Law 13 Year 2003 has no binding legal force. The problems in this thesis are 1 How is the practice of settlement of disputes for termination of employment by reason of grave wrongdoings in DPN Apindo 39 s company members, union labor union experience, and government perspective as regulator after the Constitutional Court 39 s decision No. 12 PUU I 2003 is applied 2 . How does the company regulate the termination of employment in case of grave wrongdoings in Article 158 of the Manpower Law within the company, after the decision of the Constitutional Court No.12 PUU I 2003 and 3 . How does the Supreme Court 39 s decision resolve the dismissal dispute with the reasons of grave wrongdoings after the decision of the Constitutional Court No. 12 PUU I 2003. To explain these problems, this thesis uses normative juridical research methods. The result of this study shows that DPN Apindo 39 s company members have companies that regulate serious violations in internal or non regulatory provisions meanwhile the government itself has issued a Circular Letter for the implementation of this Constitutional Court Decision, while for the workers, termination of employment are not in line with the Constitution. Another result is that DPN Apindo 39 s company members have completed the termination of the former labor relations of Article 158 of the Manpower Law with bipartite process which, if it is unanimous, partly uses the mechanism of Law no. 2 of 2004 on Industrial Relations Dispute Settlement, and partly uses a criminal approach, but there are also companies that directly use a criminal approach without bipartite negotiations. The Supreme Court adjudicated cases of termination of employment breaches by taking into account of the internal provisions of the company.