ABSTRAKDi Indonesia, Anemia Defisiensi Besi masih merupakan permasalahan umum terutama masyarakat pada kelompok remaja putri, wanita hamil, serta anak-anak dibawah usia 5 tahun. Pemerintah dan Dinas terkait telah berupaya dengan sangat keras melalui program suplementasi dan fortifikasi pangan sehingga berhasil menurunkan prevalensi ADB, namun hasil tersebut masih diatas angka prevalensi 15 yang mengindikasikan bahwa ADB merupakan permasalahan gizi yang umum dan serius di Indonesia Kurniawan dkk., 2006 . Fortifikasi besi secara langsung juga menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan dikarenankan sifat besi yang mudah mengalami oksidasi dan reduksi pada kondisi pH tertentu, oksidasi Fe2 menjadi Fe3 . Mendasarkan pada pendekatan permasalah tersebut, maka metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode atau strategi sangat tepat untuk melindungi besi. Namun sebelum fortifikasi dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mencari jenis besi yang paling efektif untuk dienkapsulasi menggunakan polimernya. Oleh Karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas control rilis beberapa jenis besi Besi Sulfat, Besi Fumarat, Besi Glukonat menggunakan polimer kitosan. Polimer kitosan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kitosan memiliki sifat seperti tidak beracun, biodegradable, biokompatibel sehingga cocok untuk digunakan dalam pelepasan obat terkendali didalam tubuh. Besi yang digunakan adalah Besi Sulfat, Besi Fumarat, dan Besi Glukonat. Alasan penggunakan jenis besi ini Karena ketiga jenis besi ini merupakan jenis besi yang memiliki bioavabilitas kemampuan tubuh menyerap suatu senyawa yang tinggi dan besi ini merupakan besi food grade yang berarti aman dikonsumsi oleh tubuh. Dari penelitian ini didapatkan jenis besi yang paling baik dienkapsulasi dengan kitosan adalah besi glukonat 1:1.5 dengan nilai EE 80 , oksidasi awal 15.2 , loading capacity 1.4 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 besi glukonat 1:2 dengan nilai EE 82.8 , oksidasi awal 27.1 , loading capacity 2.0 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 Di Indonesia, Anemia Defisiensi Besi masih merupakan permasalahan umum terutama masyarakat pada kelompok remaja putri, wanita hamil, serta anak-anak dibawah usia 5 tahun. Pemerintah dan Dinas terkait telah berupaya dengan sangat keras melalui program suplementasi dan fortifikasi pangan sehingga berhasil menurunkan prevalensi ADB, namun hasil tersebut masih diatas angka prevalensi 15 yang mengindikasikan bahwa ADB merupakan permasalahan gizi yang umum dan serius di Indonesia Kurniawan dkk., 2006 . Fortifikasi besi secara langsung juga menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan dikarenankan sifat besi yang mudah mengalami oksidasi dan reduksi pada kondisi pH tertentu, oksidasi Fe2 menjadi Fe3 . Mendasarkan pada pendekatan permasalah tersebut, maka metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode atau strategi sangat tepat untuk melindungi besi. Namun sebelum fortifikasi dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah mencari jenis besi yang paling efektif untuk dienkapsulasi menggunakan polimernya. Oleh Karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian efektifitas control rilis beberapa jenis besi Besi Sulfat, Besi Fumarat, Besi Glukonat menggunakan polimer kitosan. Polimer kitosan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan kitosan memiliki sifat seperti tidak beracun, biodegradable, biokompatibel sehingga cocok untuk digunakan dalam pelepasan obat terkendali didalam tubuh. Besi yang digunakan adalah Besi Sulfat, Besi Fumarat, dan Besi Glukonat. Alasan penggunakan jenis besi ini Karena ketiga jenis besi ini merupakan jenis besi yang memiliki bioavabilitas kemampuan tubuh menyerap suatu senyawa yang tinggi dan besi ini merupakan besi food grade yang berarti aman dikonsumsi oleh tubuh. Dari penelitian ini didapatkan jenis besi yang paling baik dienkapsulasi dengan kitosan adalah besi glukonat 1:1.5 dengan nilai EE 80 , oksidasi awal 15.2 , loading capacity 1.4 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70 besi glukonat 1:2 dengan nilai EE 82.8 , oksidasi awal 27.1 , loading capacity 2.0 , dan juga rilis kumulatif mencapai >70.
ABSTRACTIn Indonesia, Iron Deficiency Anemia is still a common problem, especially for people in groups of young women, pregnant women, and children under 5 years of age. The Government and the relevant Dinas have worked very hard through food supplementation and fortification programs that have succeeded in reducing the prevalence of ADB, but the results are still above the prevalence rate of 15 indicating that ADB is a common and serious nutritional problem in Indonesia Kurniawan et al., 2006 . Direct iron fortification also decreases organoleptic qualities and shortens the shelf life due to the oxidation and reduction of pH at certain pH conditions, the oxidation of Fe2 to Fe3 . Based on the approach of the problem, the microencapsulation method is seen as a very appropriate method or strategy to protect iron. But before fortification is done, the first thing to do is to find the most effective type of iron for encapsulation using the polymer. Therefore, in this study will be tested the effectiveness of the release control of several types of iron Iron Sulfate, Iron Fumarate, Iron Gluconate using chitosan polymer. Chitosan polymer used in this research because chitosan has properties such as non toxic, biodegradable, biocompatible so suitable for use in the release of controlled drugs in the body. The iron used is ferrous sulfate, ferrous fumarate, and ferrous gluconate. The reason for using this type of iron Because these three types of iron is a type of iron that has a high bioavailability body ability to absorb a compound and iron is a food grade iron which means safe to eat by the body. From this research, the best iron species encapsulated with chitosan are 1 1.5 iron gluconate with EE 80 , initial oxidation 15.2 , loading capacity 1.4 , and also cumulative release reaches 70 and iron gluconate 1 2 with EE value of 82.8 , initial oxidation of 27.1 , loading capacity 2.0 , and also cumulative release reaching 70.